A. Rasional
Kehidupan dan peradaban manusia senantiasa mengalami perubahan. Dalam merespon fenomena itu,
manusia berpacu mengembangkan kualitas pendidikan, salah satunya melalui penyempurnaan kurikulum. Kualitas pendidikan yang tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka,
demokratis, dan mampu bersaing.
Dalam konteks madrasah, agar lulusannya memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif,
maka kurikulum madrasah perlu dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Hal ini dilakukan agar madrasah secara kelembagaan dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi,
ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni, serta tuntutan desentralisasi. Dengan cara seperti itu, madrasah
tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya.
Selanjutnya, basis kompetensi yang
dikembangkan di madrasah harus menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt, penguasaan keterampilan hidup, penguasaan kemampuan akademik,
seni, dan pengembangan kepribadian yang paripurna. Dengan pertimbangan ini,
maka disusun kurikulum nasional Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah
yang berbasis kompetensi yang
mencerminkan kebutuhan keberagaman siswa Madrasah secara nasional. Standar ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan dalam mengembangkan kurikulum Sejarah Kebudayaan Islam di madrasah
sesuai dengan kebutuhan daerah / madrasah. Oleh karena itu, peranan dan efektifitas pendidikan
agama di madrasah sebagai landasan bagi pengembangan
spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat mutlak harus
ditingkatkan, karena, asumsinya adalah jika pendidikan agama
(yang meliputi; Aqidah akhlak, Qur'an Hadits, Fiqh, Sejarah Kebudayaan
Islam, dan Bahasa Arab) yang dijadikan landasan pengembangan nilai spiritual dilakukan dengan baik, maka kehidupan
masyarakat akan lebih baik.
Sejarah
Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah sebagai sebagai
bagian yang integral dari Pendidikan Agama,
memang bukan satu-satunya faktor yang
menentukan dalam pembentukan watak dan
kepribadian siswa. Tetapi secara substansial mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan keagamaan
(tauhid) dan akhlaqul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan
pertimbangan
inilah maka disusun kurikulum nasional SKI Madrasah Aliyah
yang diharapkan dapat dipergunakan
sebagai acuan dalam mengembangkan kurikulum SKI Madrasah Aliyah yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
B.Pengertian
Mata Pelajaran SKI dalam kurikulum Madrasah Aliyah adalah salah satu bagian mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati Sejarah
Kebudayaan Islam, yang kemudian
menjadi dasar pandangan hidupnya (way
of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengataman dan pembiasaan.
Sejarah Kebudayaan Islam sebagai pengetahuan yang menggali nilai, makna, aksioma, ibrah/hikmah,
dalil dan teori dari fakta sejarah yang ada. Oleh karena itu dalam tema - tema tertentu , indicator keberhasilan belajar akan sampai pada capaian ranah afektif, psikomotorik.
Jadi SKI tidak saja merupakan transfer of knowledge tetapi juga merupakan pendidikan nilai(value education).
C.Fungsi dan
Tujuan
Setidaknya ada tiga fungsi dasar pembelajaran SKI
1.
Fungsi Edukatif
Sejarah menegaskan kepada siswa tentang keharusan menegakkan nilai, prinsip, sikap hidup yang luhur dan Islami dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
2.
Fungsi Keilmuan
Melalui sejarah siswa memperoleh pengetahuan
yang memadai tentang masa lalu Islam dan kebudayaannya.
3.
Fungsi transformasi
Sejarah merupakan salah satu sumber yang
sangat penting dalam merancang transformasi masyarakat.
Sebagai bagian dari Pendidikan Agama Islam di madrasah, pelajaran
SKI di Madrasah Aliyah memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan tentang sejarah Agama Islam dan kebudayaan Islam kepada siswa, agar ia memberikan konsep
yang objektif –dan sistematis dalam perspektif sejarah.
2.
Mengambil ibrah/ hikmah, nilai,
dan makna yang terdapat dalam sejarah.
3. Menanamkan penghayatan dan kemauan yang kuat untuk mengamalkan akhlak yang baik dan menjauhi akhlak yang buruk,
berdasarkan cermatannya atas fakta sejarah
yang ada.
4. Membekali siswa untuk membentuk kepribadiannya berdasarkan tokoh-tokoh teladan sehingga terbentuk kepribadian yang luhur.
D.Ruang Lingkup
Selamaini,
sebagaimana tergambar dalam kurikulum SKI 1994,
SKI hanya dipahami sebagai sejarah tentang kebudayaan Islam saja (history
of Islamic culture). Dalam kurikulum iniSKI dipahami sebagai sejarah tentang Agama Islam dan Kebudayaannya (history of Islam and Islamic culture). Olehkarenaitu, Kurikulum ini tidak saja menampilkan sejarah kekuasaan atau sejarah
raja-raja, tetapi juga akan diangkat sejarah perkembangan ilmu agama, science dan teknologi dalam
Islam. Aktor sejarah yang
diangkat tidak saja Nabi, sahabat dan
raja, tetapi akan dilengkapi ulama', intelektual dan filosof. Faktor-faktor social dimunculkan guna menyempurnakan pemahaman siswa tentang SKI.
Kurikulum
SKI dirancang secara sistematis berdasarkan peristiwa dan periode sejarah yang ada sebagai berikut:
1. Di tingkat Madrasah Ibtidaiyah dikaji tentang sejarah Rasulullah
dan al-Khulafa'
al-Rasyidun.
2. Di tingkat Madrasah Tsanawiyah dikaji tentang Daulat Umayyah dan Abbasiyah.
3. Di tingkat Madrasah Aliyah dikaji
tentang sejarah peradaban islam di andalusia,gerakan pembaharuan dan sejarah
peradaban islam di indonesia.
E.Rambu-Rambu
1. Pendekatan Pembelajaran
Cakupan materi SKI merupakan bagian tak terpisahkan dari rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam. Olehkarena itu setiap aspeknya dikembangkan dalam suasana pembelajaran
yang terpadu, meliputi:
1. Keimanan yang memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan pemahaman adanya Allah SWT sebagai sumber kehidupan.
2. Pengamalan,memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempraktekkan
dan merasakan hasil hasil pengamalan keyakinan akidah dan akhlak dalam
menghadapi tugas dan masalah dalam kehidupan.
3. Pembiasaan,
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membiasakan sikap dan perilaku yang baik yang sesuai dengan ajaran islam dan budaya bangsa dalam menghadapi
tugas dan masalah dalam kehidupan.
4.
Rasional,
usaha memberikan peranan kepada rasio(akal) peserta didik dalam memahami dan membedakan berbagai materi dalam standar materi serta kaitannya dengan perilaku yang baik dengan perilaku yang buruk dalam kehidupan duniawi.
5.
Emosional, upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik dalam menghayati perilaku yang
sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa.
6.
Fungsional,
menyajikan materi SKI
dari segi manfaatnya bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas.
7.
Keteladanan,
yaitu menjadikan figure pribadi-pribadi teladan dan sebagai cerminan dari manusia yang memiliki keyakinan tauhid
yang teguh dan berprilaku mulia.
2. Penilaian
Untuk mengetahui kompetensi siswa sebagai hasil proses pembelajaran SKI, perlu dilakukan penilaian dengan rambu-rambu sebagai berikut:
1. Penilaian yang dilakukan meliputi penilaian kemajuan belajar dan penilaian hasil belajar siswa.
2. Penilaian kemajuan belajar. Merupakan pengumpulan informasi tentang kemajuan belajar siswa. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan dasar yang dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kurun waktu,
unit satuan atau jenjang tertentu.
3. Penilaian hasil belajar SKI
adalah upaya pengumpulan informasi untuk menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap suatu kompetensi meliputi: pengetahuan, sikap, dan nilai. Penilaian hasil belajar ini dilakukan sepenuhnya oleh
madrasah yang
bersangkutan.Hasil penilaian dijadikan sebagai pertimbangan utama dalam memasuki pendidikan jenjang berikutnya.
4. Penilaian hasil belajar
PAI SKI secara nasional dilakukan oleh Departerrien Agama Pusat dengan mengacu kepada kompetensi dasar, hasil belajar, materi standar, dan indikator yang telah ditetapkan di dalamKurikulumNasional PAI SKI. Penilaian tingkat nasional berfungsi untuk memperoleh informasi dan data tentang mutu hasil penyelenggaraan mata pelajaran PAI SKI.
5. Alat-alat dan format penilaian hendaknya dapat mengukur dengan tepat kemampuan dan usaha belajar siswa.
6. Penilaian dilakukan melalui bentuk tes
dan non tes
7. Pengukuran terhadap ranah afektif dapat
dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes seperti skala penilaian,
observasidanwawancara, sementara terhadap
ranah psikomotorik dengan tes perbuatan dengan menggunakan lembar pengamatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar