Kamis, 06 Mei 2010

A. Pengertian Strategi Pembelajaran
Kompetensi Supervisi Akademik merupakan salah satu kompetensi yang
harus dimiliki oleh para pengawas satuan pendidikan. Kompetensi ini berkenaan
dengan kemampuan pengawas dalam rangka pembinaan dan pengembangan
kemampuan guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan
di sekolah/satuan pendidikan. Secara spesifik pengawas satuan pendidikan
harus memiliki kemampuan untuk membantu guru dalam mengembangkan
strategi pembelajaran, serta dapat memilih strategi yang tepat dalam kegiatan
pembelajaran.
Strategi merupakan usaha untuk memperoleh kesuksesan dan keberhasilan
dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan strategi dapat diartikan
sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular
educational goal (J. R. David, 1976). Strategi pembelajaran dapat diartikan
sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan
rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan
berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun
untuk mencapai tujuan tertenu. Dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran.
Pada mulanya istilah strategi banyak digunakan dalam dunia militer yang
diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan
suatu peperangan. Sekarang, istilah strategi banyak digunakan dalam berbagai
bidang kegiatan yang bertujuan memperoleh kesuksesan atau keberhasilan
dalam mencapai tujuan. Misalnya seorang manajer atau pimpinan perusahaan
yang menginginkan keuntungan dan kesuksesan yang besar akan menerapkan
suatu strategi dalam mencapai tujuannya itu, seorang pelatih akan
tim basket akan menentukan strategi yang dianggap tepat untuk dapat memenangkan
suatu pertandingan. Begitu juga seorang guru yang mengharapkan
hasil baik dalam proses pembelajaran juga akan menerapkan suatu strategi
agar hasil belajar siswanya mendapat prestasi yang terbaik.
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
4
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif
dan efisien. Kemp (1995). Dilain pihak Dick & Carey (1985) menyatakan
bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran
yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar
pada siswa.
Strategi pembelajaran merupakan hal yang perlu di perhatikan oleh seorang
instruktur, guru, widyaiswara dalam proses pembelajaran. Paling tidak
ada 3 jenis strategi yang berkaitan dengan pembelajaran, yakni: (a) strategi
pengorganisasian pembelajaran, (b) strategi penyampaian pembelajaran, dan
(c) strategi pengelolaan pembelajaran.
1. Strategi Pengorganisasian Pembelajaran
Reigeluth, Bunderson dan Meril (1977) menyatakan strategi mengorganisasi
isi pelajaran disebut sebagai struktural strategi, yang mengacu pada cara
untuk membuat urutan dan mensintesis fakta, konsep, prosedur dan prinsip
yang berkaitan.
Strategi pengorganisasian, lebih lanjut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
strategi mikro dan strategi makro. Startegi mikro mengacu kepada metode
untuk pengorganisasian isi pembelajaran yang berkisar pada satu konsep, atau
prosedur atau prinsip. Strategi makro mengacu kepada metode untuk mengorganisasi
isi pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep atau prosedur
atau prinsip.
Strategi makro berurusan dengan bagaimana memilih, menata urusan,
membuat sintesis dan rangkuman isi pembelajaran yang saling berkaitan. Pemilihan
isi berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, mengacu pada
penentapan konsep apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Penataan
urutan isi mengacu pada keputusan untuk menata dengan urutan tertentu
konsep yang akan diajarkan. Pembuatan sintesis diantara konsep prosedur
atau prinsip. Pembauatn rangkuman mengacu kepada keputusan tentang bagaimana
cara melakukan tinjauan ulang konsepnserta kaitan yang sudah diajarkan.
2. Strategi Penyampaian Pembelajaran.
Strategi penyampaian isi pembelajaran merupkan komponen variabel
5
metode untuk melaksanakan proses pembelajaran. Fungsi strategi penyampaian
pembelajaran adalah: (1) menyampaikan isi pembelajaran kepada pebelajar,
dan (2) menyediakan informasi atau bahan-bahan yang diperlukan pebelajar
untuk menampilkan unjuk kerja.
3. Strategi Pengelolaan Pembelajaran
Strategi pengelolaan pembelajaran merupakan komponen variabel metode
yang berurusan dengan bagaimana menata interaksi antara pebelajar dengan
variabel metode pembelajaran lainnya. Strategi ini berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian
mana yang digunakan selama proses pembelajaran. Paling tidak, ada 3
(tiga) klasifikasi penting variabel strategi pengelolaan, yaitu penjadwalan,
pembuatan catatan kemajuan belajar siswa, dan motivasi.
B. Beberapa Istilah dalam Strategi Pembelajaran
Beberapa istilah yang hampir sama dengan strategi yaitu metode, pendekatan,
teknik atau taktik dalam pembelajaran.
1. Metode
Metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai
secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah
ditetapkan. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu,
sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan
strategi. Dengan demikian suatu strategi dapat dilaksanakan dengan
berbagai metode.
2. Pendekatan (Approach)
Pendekatan (approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan
dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Roy Killen
(1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu
pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan pendekatan
yang berpusat pada siswa (student-centred approaches). Pendekatan
yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct
6
instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan,
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
3. Teknik
Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan
suatu metode. Misalnya, cara yang harus dilakukan agar metode
ceramah berjalan efektif dan efisien. Dengan demikian, sebelum seseorang
melakukan proses ceramah sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi.
Misalnya, berceramah pada siang hari setelah makan siang dengan jumlah
siswa yang banyak tentu saja akan berbeda jika ceramah itu dilakukan pada
pagi hari dengan jumlah siswa yang terbatas.
4. Taktik
Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau
metode tertentu. Taktik sifatnya lebih individual, walaupun dua orang samasama
menggunakan metode ceramah dalam situasi dan kondisi yang sama,
sudah pasti mereka akan melakukannya secara berbeda, misalnya dalam taktik
menggunakan ilustrasi atau menggunakan gaya bahasa agar materi yang
disampaikan mudah dipahami.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu strategi pembelajaran
yang diterapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan,
sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat ditetapkan berbagai metode
pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat
menentukan teknik yang dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan
teknik itu setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara
guru yang satu dengan yang lain.
C. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran
Konsep dasar strategi belajar mengajar ini meliputi hal-hal: (1) menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku pebelajar; (2) menentukan
pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar,
memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar; dan (3) norma dan
kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Strategi dapat diartikan seba7
gai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam rangka mencapai sasaran
yang telah ditentukan. Dikaitkan dengan belajar mengajar, strategi bisa
diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru, murid dalam perwujudan
kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurut
Newman dan Mogan strategi dasar setiap usaha meliputi empat masalah
masing-masing adalah sebagai berikut.
1. Pengidentifikasian dan penetapan spesifiakasi dan kualifikasi hasil yang
harus dicapai dan menjadi sasaran usaha tersebut dengan mempertimbangkan
aspirasi masyarakat yang memerlukannya.
2. Pertimbangan dan pemilihan pendekatan utama yang ampuh untuk mencapai
sasaran.
3. Pertimbangan dan penetapan langkah-langkah yang ditempuh sejak awal
sampai akhir.
4. Pertimbangan dan penetapan tolok ukur dan ukuran baku yang akan digunakan
untuk menilai keberhasilan usaha yang dilakukan.
Kalau diterapkan dalam konteks pembelajaran, keempat strategi dasar
tersebut bisa diterjemahkan menjadi: (1) mengidentifikasi dan menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku kepribadian peserta didik
yang diharapkan; (2) memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan
aspirasi dan pandangan hidup masyarakat; (3) memilih dan menetapkan
prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat,
efektif, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam menunaikan
kegiatan mengajarnya; dan (4) menetapkan norma-norma dan batas minimal
keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan
pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar
yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem
instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat
penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar supaya sesuai dengan yang diharapkan.
Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang diinginkan
sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan. Dengan kata lain apa yang
harus dijadikan sasaran dari kegiatan belajar mengajar tersebut. Sasaran ini
harus dirumuskan secara jelas dan konkrit sehingga mudah dipahami oleh pe8
serta didik. Perubahan perilaku dan kepribadian yang kita inginkan terjadi setelah
siswa mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar itu harus jelas, misalnya
dari tidak bisa membaca berubah menjadi dapat membaca. Suatu kegiatan
belajar mengajar tanpa sasaran yang jelas, berarti kegiatan tersebut dilakukan
tanpa arah atau tujuan yang pasti. Lebih jauh suatu usaha atau kegiatan
yang tidak punya arah atau tujuan pasti, dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan-
penyimpangan dan tidak tercapainya hasil yang diharapkan.
Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling
tepat dan efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara kita memandang
suatu persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang kita gunakan dalam
memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi hasilnya. Suatu masalah yang
dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan berbeda, akan menghasilkan kesimpulan-
kesimpulan yang tidak sama. Norma-norma sosial seperti baik, benar,
adil, dan sebagainya akan melahirkan kesimpulan yang berbeda bahkan
mungkin bertentangan kalau dalam cara pendekatannya menggunakan berbagai
disiplin ilmu. Pengertian-pengertian, konsep, dan teori ekonomi tentang
baik, benar, atau adil, tidak sama dengan baik, benar atau adil menurut pengertian
konsep dan teori antropologi. Juga akan tidak sama apa yang dikatakan
baik, benar atau adil kalau kita menggunakan pendekatan agama karena pengertian,
konsep, dan teori agama mengenai baik, benar atau adil itu jelas berbeda
dengan konsep ekonomi maupun antropologi. Begitu juga halnya dengan
cara pendekatan terhadap kegiatan belajar mengajar dalam pembelajaran.
Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar
mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian
untuk memotivasi siswa agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya
untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau supaya murid-
murid terdorong dan mampu berfikir bebas dan cukup keberanian untuk
mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode
mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi dengan
sasaran yang berbeda hendaknya jangan menggunakan teknik penyajian yang
sama.
Keempat, menetapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga
guru mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai
sejauh mana keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya. Suatu pro9
gram baru bisa diketahui keberhasilannya setelah dilakukan evaluasi. Sistem
penilaian dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu strategi yang
tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar lain. Apa yang harus dinilai dan
bagaimana penilaian itu harus dilakukan termasuk kemampuan yang harus
dimiliki oleh guru. Seorang siswa dapat dikategorikan sebagai murid yang
berhasil bisa dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat dari segi kerajinannya
mengikuti tatap muka dengan guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil
ulangan, hubungan sosial, kepemimpinan, prestasi olah raga, keterampilan
dan sebagainya atau dilihat dan berbagai aspek.
Keempat dasar strategi tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh antara
dasar yang satu dengan dasar yang lain saling menopang dan tidak bisa
dipisahkan.

Selasa, 04 Mei 2010

Perpisahan

Perpisahan adalah kepastian

Waktu berjalan, tak bisa di mundurkan

Berjalan pelan, tak bisa dimajukan

Kematian adalah keniscayaan

Tak bisa di tolak, tatkala ia datang

Tak bisa diminta, takala hidup bosan

Perpisahan...oh...kepastian

Kematian...oh...keniscayaan

Janji tuhan, pasti datang

Hari akhir adalah janji tuhan

Tak mengerti, waktunya kapan datang

Tak tahu diterima, nikmat atau siksaan

Perpisahan adalah kepastian

Kematian adalah keniscayaan

Puisi rindu

rindu adalah keresahan hati

mengganggu pikir jiwa

menciptakan jati diri yang lemah

seperti dunia ini hampa

bila tanpa orang yang dicintai


akan ke manakah angin melayang

tatkala turun senja nan muram

pada siapa lagu kuangankan

kelam dalam kabut rindu tertahan

datanglah engkau berbaring di sisiku

turun dan berbisik tepat di sampingku

belenggulah seluruh tubuh dan sukmaku

kuingin menjerit dalam pelukanmu

akan kemanakah berarak awan

bagi siapa mata kupejamkan

pecah bulan dalam ombak lautan

dahan-dahan di hati berguguran

rindu adalah tali yang tak pernah putus

merentang di tiang hati, di tiang mimpi

kadangkala di singgahi burung yang mengelakkan kabut

pada pagi dingin yang mengaburkan sinar matahari

rindu adalah tiang yang tak pernah tumbang

tegak dilorong kehidupan, disepanjang labuh usia

disitu tergantung lampu kenangan dan ingatan

biarpun hari semakin tua dan kelam sudah bermula

rindu adalah lorong yang tak pernah tertutup

dari musim ke musim ia menjadi laluan

pengembara yang mencari cintanya yang hilang

disitu rumput yang telah lama bertukar warna

bunga dan daun silih berganti segar dan kuncup

rindu adalah musim yang tak pernah tentram

resah datang gelisah berulang mengusik nasib

hanya dzikir dan do'a menjadi penawar mereda pedih dan sakit

dan sesekali puisi menjadi nyanyian yang mengharukan

dalam senyap air mata perlahan-lahan menitik


Indahnya Persahabatan

Tiada mutiara sebening cinta..

Tiada sutra sehalus kasih sayang..

Tiada embun sesuci ketulusan hati..

Dan tiada hubungan seindah persahabatan..

Sahabat bukan

MATEMATIKA yang dapat dihitung nilainya..

EKONOMI yang mengharapkan materi..

PPKN yang dituntut oleh undang-undang..

Tetapi

Sahabat adalah SEJARAH yang dapat dikenang sepanjang masa..

II. Puisi Persahabatan

Sahabat tak ubahnya atmosfer

Yang melindungi semua makhluk di bumi

Dengan merdam sebuah energi besar

Menjadi sumber dari segala kehidupan

Sajak Persahabatan

Dan seorang remaja berkata, Bicaralah pada kami tentang Persahabatan.

Dan dia menjawab:

Sahabat adalah keperluan jiwa, yang mesti dipenuhi.

Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau tuai dengan penuh rasa terima kasih.

Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.

Kerana kau menghampirinya saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa mahu kedamaian.

Bila dia berbicara, mengungkapkan fikirannya, kau tiada takut membisikkan kata "Tidak" di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata "Ya".

Dan bilamana dia diam,hatimu berhenti dari mendengar hatinya; kerana tanpa ungkapan kata, dalam persahabatan, segala fikiran, hasrat, dan keinginan dilahirkan bersama dan dikongsi, dengan kegembiraan tiada terkirakan.

Di kala berpisah dengan sahabat, tiadalah kau berdukacita;

Kerana yang paling kau kasihi dalam dirinya, mungkin kau nampak lebih jelas dalam ketiadaannya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.

Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya roh kejiwaan.

Kerana cinta yang mencari sesuatu di luar jangkauan misterinya, bukanlah cinta , tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada diharapkan.

Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.

Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenali pula musim pasangmu.

Gerangan apa sahabat itu jika kau sentiasa mencarinya, untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu?

Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!

Kerana dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.

Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria dan berkongsi kegembiraan..

Karena dalam titisan kecil embun pagi, hati manusia menemui fajar dan ghairah segar kehidupan.

Kamis, 29 April 2010

Ghazwul Fikri ( Perang Pemikiran )

1.Pengertian Ghazwul Fikri

Ghazwul Fikri secara bahasa berarti perang pemikiran, secara lebih khusus bisa diartikan sebagai serbuan pemikiran, sebab ghazwul fikri lebih merupakan serangan sepihak. Dengan ghazwul fikri seorang muslim tidak perlu keluar dari agamanya, tapi mengikuti pandangan dan prinsip hidup yang jauh dari nilai-nilai Islam. Pada akhirnya tujuan akhir ghazwul fikri adalah melenyapkan Islam seminar sampai ke akar-akarnya.

2.Sejarah Awal Ghazwul Fikr

Ghazwul fikri dimulai ketika kaum salib dikalahkan dalam sembilan kali peperangan besar. Kemenangan kaum muslimin tersebut sangat spektakuler, sebab pasukan muslim yang diterjunkan dalam pertempuran berjumlah sedikit. Pasukan Khalid bin Walid, misalnya pernah berperang dengan jumlah tentara sekitar 3000 personil, sedangkan pasukan Romawi yang dihadapi berjumlah 100.000 personil, hampir 1 berbanding 35. Allah memenangkan kaum muslimin dalam pertempuran tersebut. Kekalahan demi kekalahan itu akhirnya menyebabkan kaum salib menciptakan taktik baru. Di bawah pimpinan Raja Louis XI, taktik baru tersebut dilancarkan. Caranya bukan lagi berupa penyerangan fisik, tetapi musuh-musuh Allah itu mengirimkan putera-putera terbaik mereka ke kota Makkah untuk mempelajari Islam. Niat atau motivasi mereka tentu bukan untuk mengamalkan, melainkan untuk menghancurkannya. Pembelajaran dengan niat jahat itu ternyata berhasil. Tafsir dikuasai, hadist dimengerti, khazanah ilmu Islam digali. Setelah sampai ke tahap dan tingkat ahli, para pembelajar Islam dari kaum Salib ini kembali ke Eropa, lalu membentuk semacam Research and Development (Penelitian dan Pengembangan) untuk mengetahui kelemahan umat Islam agar dapat mereka kuasai.

Kesungguhan mereka dalam mempelajari Islam tersebut memang luar biasa. Sampai dalam sejarah diungkapkan kisah seorang pembelajar Islam dari kaum salib yang rela meninggalkan anak istrinya hanya untuk berkeliling ke negeri-negeri Islam guna mencari kelemahan negeri-negeri Islam itu. Di antara pernyataan mereka ialah, "Percuma kita berperang melawan umat Islam selama mereka berpegang teguh pada agama mereka. Jika komitmen mereka terhadap agama mereka kuat, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Oleh karena itu, tugas kita sebetulnya adalah menjauhkan umat Islam dari agama mereka, barulah kita mudah mengalahkan mereka.” Gleed Stones, mantan perdana menteri Inggris, juga mengatakan hal yang sama, "Percuma memerangi umat Islam, kita tidak akan mampu menguasainya selama di dada pemuda-pemuda Islam al-Qur'an masih bergelora. Tugas kita kini adalah mencabut al-Qur'an hati mereka, baru kita akan menang dan menguasai mereka.”

3.Sebab –Sebab Penggunaan Taktik Ghazwul Fikri

Ø Dana yang dibutuhkan tidak sebesar dana yang diperlukan untuk perang fisik.

Ø Sasaran ghazwul fikri tidak terbatas.

Ø Serangannnya dapat mengenai siapa saja, dimana saja dan kapan saja.

Ø Tidak ada korban dari pihak penyerang.

Ø Sasaran yang diserang tidak merasakan bahwa sesungguhnya dirinya dalam kondisi diserang.

Ø Dampak yang dihasilkan sangat fatal dan berjangka panjang.

Ø Efektif dan efisien

4.Macam-Macam Bentuk Ghazwul Fikri

1. Perusakan Akhlaq

Dengan berbagai media musuh-musuh Islam melancarkan program-program yang bertujuan merusak akhlaq generasi muslim. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, sampai yang tua renta sekalipun. Di antara bentuk perusakan itu adalah lewat majalah-majalah, televisi, serta musik. Dalam media-media tersebut selalu saja disuguhkan penampilan tokoh-tokoh terkenal yang pola hidupnya jelas-jelas jauh dari nilai-nilai Islam. Mulai dari cara berpakaian, gaya hidup dan ucapan-ucapan yang mereka lontarkan.

Abdurrahman membuat 10 kategori acara televisi dan media cetak yang merupakan bagian dari strategi ghazwul fikri dalam perusakan akhlak, dan karenanya haram ditonton oleh kaum Muslim. :

01. Membius pandangan mata. Banyak disuguhkan wanita-wanita calon penghuni neraka dari kalangan artis dan pelacur. Mereka menjadikan ruang redaksi bagaikan rumah bordil yang menggelar zina mata massal.

02. Pameran aurat. Saluran televisi berlomba-lomba menyajikan artis-artis, baik dengan pakaian biasa, ketat, pakaian renang, sampai yang telanjang. Penonton diajak untuk tidak punya rasa malu, hilang iman, mengikuti panggilan nafsu, dan menghidupkan dunia mimpi.

03. Membudayakan ikhtilat. Sekumpulan laki-laki dan wanita yang bukan muhrim, biasa bergumul jadi satu tanpa batas. Tayangan semacam ini tak ubahnya membuka transaksi zina.

04. Membudayakan khalwat. Kisah-kisah percintaan bertebaran di berbagai acara.
Frekuensi suguhan kisah-kisah pacaran dan kencan makin melegitimasi budaya khalwat.

05. Membudayakan tabarruj. Banyak pelaku di layar kaca yang mempertontonkan bagian tubuhnya yang seharusnya ditutupi, untuk dinikmati para pemirsa.

06. Mengalunkan nyanyian dan musik setan. Televisi banyak menyiarkan bait syair lagu berupa mantera zina yang diiringi alunan alat musik setan.

07. Menyemarakkan zina. Sajian dari luar negeri maupun lokal yang banyak menyertakan adegan peluk, cium, dan ranjang membuktikan bahwa televisi adalah corong zina. Aksi zina yang menyeluruh, baik zina mata, telinga, hati, lidah, tangan, kaki, dan kemaluan.

08. Mempromosikan liwath (homoseksual). Para artis dan selebritis yang mengidap penyakit homoseks dijadikan contoh gaya hidup modern dan high class. Kaum homo makin bebas berkeliaran dengan berlindung di bawah payung hak asasi manusia.

09. Menebarkan syirik. Televisi banyak mengekspos praktik pedukunan, mistik, ramalan, dan sihir yang dapat menghancurkan aqidah ummat.

10. Tenggelam dalam laghwun. Acara-acara yang tak ada manfaatnya banyak disuguhkan untuk pemirsa, misalnya gunjingan tentang kehidupan pribadi selebriti dan humor berlebihan, sehingga lupa mengerjakan hal-hal yang justru penting seperti dzikir kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala

2. Perusakan Pola Pikir

Dengan memanfaatkan media-media tersebut di atas, mereka juga sengaja menyajikan berita yang tidak jelas kebenarannya, terutama yang berkenaan dengan kaum muslimin. Seringkali mereka memojokkan posisi kaum muslim tanpa alasan yang jelas. Mereka selalu memakai kata-kata; teroris, fundamentalis untuk mengatakan para pejuang kaum muslimin yang gigih mempertahankan kemerdekaan negeri mereka dari penguasaan penjajah yang zhalim dan melampui batas. Sementara itu di sisi lain mereka mendiamkan setiap aksi para perusak, penindas, serta penjajah yang sejalan dengan mereka; seperti Israel, Atheis Rusia, Fundamentalis Hindu India, Serbia, serta yang lain-lainnya. Apa-apa yang sampai kepada kaum muslimin di negeri-negeri lain adalah sesuatu yang benar-benar jauh dari realitas. Bahkan, sengaja diputarbalikkan dari kenyataan yang sesungguhnya.Beberapa langkah yang sudah ditempuh dalam Perusakan Pola Pikir ini diantaranya:

  1. Menyebut seorang muslim yang menjalankan agamanya (muslim kaffah) dengan sebutan fundamentalis. Fundamentalis identik dengan anarkis. Anarkis identik dengan teroris, sehingga pada akhirnya seorang muslim kaffah sama dengan teroris.
  2. Mushaf Utsmani bukanlah Al-Qur'an yang otentik, tapi hasil rekayasa khalifah Utsman bin Affan untuk mendukung kepentingan politiknya.
  3. Hukum Islam adalah produk budaya arab dan tidak sesuai diterapkan dalam konsteks masyarakat hari ini. Seperti misalnya hukum tentang jilbab yang lebih merupakan budaya arab.
  4. Menghalalkan nikah beda agama.

3. Sekulerisasi Pendidikan

Hampir di seluruh negeri muslim telah berdiri model pendidikan sekolah yang lepas dari nilai-nilai keagamaan. Mereka sengaja memisahkan antara agama dengan ilmu pengetahuan di sekolah. Sehingga muncullah generasi-generasi terdidik yang jauh dari agamanya. Sekolah macam inilah yang mereka dirikan di bumi Islam pada masa penjajahan (imperialisme), untuk menghancurkan Islam dari dalam tubuhnya sendiri.

4. Pemurtadan

Ini adalah program yang paling jelas kita saksikan. Secara terang-terangan orang-orang non muslim menawarkan "bantuan" ekonomi; mulai dari bahan makanan, rumah, jabatan, sekolah, dan lain-lainnya untuk menggoyahkan iman orang-orang Islam.


5.Bahaya Ghazwul Fikr

Pastor Takly berkata: "Kita harus mendorong pembangunan sekolah-sekolah ala Barat yang sekuler. Karena ternyata banyak orang Islam yang goyah aqidahnya dengan Islam dan Al Qur'an setelah mempelajari buku-buku pelajaran Barat dan belajar bahasa asing".

Samuel Zwemer dalam konferensi Al Quds untuk para pastor pada tahun 1935 mengatakan: "Sebenarnya tugas kalian bukan mengeluarkan orang-orang Islam dari agamanya menjadi pemeluk agama kalian. Akan tetapi menjauhkan mereka dari agamanya (Al Qur'an dan Sunnah). Sehingga mereka menjadi orang- orang yang putus hubungan dengan Tuhannya dan sesamanya (saling bermusuhan), menjadi terpecah- belah dan jauh dari persatuan. Dengan demikian kalian telah menyiapkan generasi-generasi baru yang akan memenangkan kalian dan menindas kaum mereka sendiri sesuai dengan tujuan kalian".

Yang menjadi sasaran ghazwul Fikri adalah pola pikir dan akhlaq. Apabila seseorang sering menerima pola pikir sekuler, maka iapun akan berpikir ala sekuler. Bila sesorang sering dicekoki paham komunis , materialis, fasis, marksis, liberalis, kapitalis atau yang lainnya, maka merekapun akan berpikir dari sudut pandang paham tersebut.

Sementara itu dalam hal akhlaq, boleh jadi pada awalnya seseorang menolak terhadap suatu tata cara kehidupan tertentu, namun karena tiap kali ia selalu mengkonsumsi tata cara tersebut, maka lama kelamaan akan timbul perubahan dalam dirinya.

Yang semula menolak, akan berubah menjadi menerima. Dari yang sekedar menerima itu akan berubah menjadi suka. Selanjutnya akan timbul dalan dirinya tata sikap yang sama persis dengan mereka. Bahkan pada akhirnya ia akan menjadi pendukung setia tata hidup jahiliyah tersebut. Seperti contohnya adanya pergaulan bebas antara wanita dan pria yang bukan muhrim, seperti kita lihat dalam kehidupan sehari-hari.

Demikianlah bahaya ghazwul fikri. Ia akan menyeret seseorang ke dalam jurang kesesatan dan kekafiran tanpa terasa. Ibaratnya seutas rambut yang dicelupkan ke dalam adonan roti, kemudian ditarik dari adonan tersebut. Tak akan ada sedikitpun adonan roti yang menempel pada rambut. Rambut itu keluar dari adonan dengan halus sekali tanpa terasa. Demikianlah, seseorang hanya tahu bahwa ternyata dirinya sudah berada dalam kesesatan, tanpa terasa!

6.Peringatan Al Quran terhadap Ghazwul Fikri

Sebagaimana yang terdapat dalam Quran :

"....Dan tiada henti-hentinya mereka selalu memerangi kalian sehingga kalian murtad dari agama kalian, jika mereka mampu..." (Al Baqarah [2] : 217).

Empat belas abad yang lalu, di saat Islam mencapai puncaknya, Rasulullah SAW telah memprediksikan tentang nasib ummat Islam di masa yang akan datang, sebagai tanda nubuwwah beliau. Nasib ummat Islam pada masa itu digambarkan oleh Rasulullah seperti seonggok makanan yang diperebutkan oleh sekelompok manusia yang lapar lagi rakus.

Sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits:

"Beberapa kelompok manusia akan memperebutkan kalian seperti halnya orang-orang rakus yang memperebutkan hidangan."

Seorang sahabat bertanya, "Apakah karena kami waktu itu sedikit, ya Rasulullah?".

Jawab Rasul : "Tidak! Bahkan waktu itu jumlah kalian sangat banyak. Akan tetapi kalian waktu itu seperti buih lautan. Dan sungguh, rasa takut dan gentar telah hilang dari dada musuh kalian. Dan bercokollah dalam dada kalian penyakit wahn".

Kemudian sahabat bertanya, "Apakah yang dimaksud dengan penyakit wahn itu ya Rasulullah?".
Jawab beliau :
"Cinta dunia dan takut mati".

Kita bisa membayangkan bagaimana nasib seonggok makanan yang menjadi sasaran perebutan dari orang-orang kelaparan yang rakus. Tentu saja dalam sekejap mata makanan yang tadinya begitu menarik menjadi hancur berantakan tak berbekas, lumat ditelan para pemangsanya.

Demikian pula dengan kondisi ummat Islam saat ini. Ummat Islam menjadi bahan perebutan dari sekian banyak kepentingan yang apabila kita kaji lebih jauh ternyata tujuan akhirnya adalah sama, kehancuran ummat Islam !

Banyak pihak yang memusuhi kaum muslimin. Allah memberikan informasi kepada kita siapa saja musuh-musuh kaum muslimin. Ada beberapa kelompok besar manusia yang dalam perjalanan sejarah selalu mengibarkan bendera permusuhan dan perang terhadap kaum muslimin. Adapun kelompok-kelompok tersebut adalah:

1. Orang-Orang Yahudi dan Nashrani

"Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan pernah rela terhadap kalian, sehingga kalian mengikuti jejak mereka..." (Al Baqarah [2] :120).

2. Orang-orang Musyrik

"Sesungguhnya telah kalian dapati orang-orang yang paling besar permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik...." (Al Maidah [5] :82).

3. Orang-orang Munafik

"Apabila orang-orang munafiq datang kepadamu, mereka berkata: 'Kami mengakui, bahwa kamu benar-benar Rasulullah'. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya', dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafiq itu benar-benar orang pendusta" (Al Munafiqun [63] : 1).

"Orang-orang munafiq laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan melarang yang ma'ruf dan menggenggam tangannya (kikir). Mereka telah melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafiq itulah orang-orang yang fasik" (At Taubah [9]: 67).Meskipun mereka (musuh-musuh Islam) itu nampaknya berbeda, tetapi sesungguhnya di dalam memerangi kaum muslimin mereka bersatu padu melakukan konspirasi.

7.Cara Penanggulangan Ghazwul Fikri

1.Pahami ajaran agama secara baik dan benar

2.Bekali diri dengan ilmu dan pengetahuan yang cukup

3.Bergaul dengan orang-orang yang shalih

4.Ikut dalam majelis dzikir dan ilmu

4.Jangan terlalu fanatic terhadap suatu paham

5.Bersikap toleran terhadap perbedaan

6.Hindari sikap apatis yang terlalu berlebihan

7.Isi setiap waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat

8.Budayakan diskusi terhadap sesama

9.Tinggalkan hal-hal yang dapat menimbulkan keraguan

10.Berdoa dan mendekatkan diri agar selalu diberi petunjuk olehNYa

Sabtu, 16 Januari 2010

novel

"Jiwa memang tercipta bersama hati. Jiwa kan merasa sepi jika tak ada orang yng menemani. Hati ingin dimengerti, maka terciptalah rasa cinta. Inilah Aku .. Slalu damba .. Lenyapkan sunyi hati dan ruang waktuku 'tuk bersamamu."

TABIR CINTA ZAHRANA

(Sebuah Novelet Pembangun Jiwa)
Matanya berkaca-kaca. Kalau tidak ada kekuatan
iman dalam dada ia mungkin telah memilih sirna dari
dunia. Ujian yang ia derita sangat berbeda dengan
orang-orang seusianya. Banyak yang memandangnya
sukses. Hidup berkecukupan. Punya pekerjaan yang
terhormat dan bisa dibanggakan. Bagaimana tidak, ia
mampu meraih gelar master teknik dari sebuah institut
teknologi paling bergengsi di negeri ini. Dan kini ia
dipercaya duduk dalam jajaran pengajar tetap di
universitas swasta terkemuka di ibukota Propinsi Jawa
Tengah: Semarang.
Satu
13
Tidak hanya itu, ia juga pernah mendapatkan
penghargaan sebagai dosen paling berdedikasi di
kampusnya. Ia sangat disegani oleh sesama dosen dan
dicintai oleh mahasiswanya. Ia juga disayang oleh
keluarga dan para tetangganya. Bagi perempuan
seusianya, nyaris tidak ada yang kurang pada dirinya.
Sudah berapa kali ia mendengar pujian tentang
kesuksesannya. Hanya ia seorang yang tahu bahwa
sejatinya ia sangat menderita.
Ada satu hal yang ia tangisi setiap malam. Setiap kali
bermunajat kepada Sang Pencipta siang dan malam. Ia
menangisi takdirnya yang belum juga berubah. Takdir
sebagai perawan tua yang belum juga menemukan
jodohnya. Dalam keseharian ia tampak biasa dan ceria.
Ia bisa menyembunyikan derita dan sedihnya dengan
sikap tenangnya.
Ia terkadang menyalahkan dirinya sendir kenapa
tidak menikah sejak masih duduk di S.l dahulu? Kenapa
tidak berani menikah ketika si Gugun yang mati-matian
mencintainya sejak duduk di bangku kuliah itu
mengajaknya menikah? Ia dulu memandang remeh
Gugun. Ia menganggap Gugun itu tidak cerdas dan tipe
lelaki kerdil. Sekarang si Gugun itu sudah sukses jadi
pengusaha cor logam dan baja di Klaten. Karyawannya
banyak dan anaknya sudah tiga. Gugun sekarang juga
punya usaha Travel Umroh di Jakarta. Setiap kali
bertemu, nyaris ia tidak berani mengangkat muka.
Kenapa juga ketika selesai S.l ia tidak langsung
menikah? Kenapa ia lebih tertantang masuk S.2 di ITB
Bandung? Padahal saat itu, temannya satu angkatan si
Yuyun menawarkan kakaknya yang sudah buka kios
pakaian dalam di Pasar Bringharjo Jogja. Saat itu kenapa
ia begitu tinggi hati. Ia masih memandang rendah
pekerjaan jualan pakaian dalam. Sekarang kakaknya
Yuyun sudah punya toko pakaian dan sepatu yang
lumayan besar di Jogja. Akhirnya ia menikah dengan
seorang santriwati dari Pesantren Al Munawwir, Krapyak.
Dan sekarang telah membuka SDIT di Sleman. Apa
sebetulnya yang ia kejar? Kenapa waktu itu ia tidak juga
cepat dewasa dan menyadari bahwa hidup ini berproses.
Ia meneteskan airmata.
Dulu banyak mutiara yang datang kepadanya ia
tolak tanpa pertimbangan. Dan kini mutiara itu tidak
lagi datang. Kalau pun ada seolah-olah sudah tidak lagi
tersedia untuknya. Hanya bebatuan dan sampah yang
kini banyak datang dan membuatnya menderita batin
yang cukup dalam.
Matanya berkaca-kaca. Ketika ia sadar harus rendah
hati. Ketika ia sadar prestasi sejati tidaklah semata-mata
prestasi akademik. Ketika ia sadar dan ingin mencari
pendamping hidup yang baik. Baik bagi dirinya dan juga
bagi anak-anaknya kelak. Ketika ia sadar dan ingin
menjadi Muslimah seutuhnya. Ketika ia menyadari,
semua yang ia temui kini, adalah jalan terjal yang panjang
yang menguji kesabarannya.
Umurnya sudah tidak muda lagi. Tiga puluh empat
tahun. Teman-teman seusianya sudah ada yang memiliki
anak dua, tiga, empat, bahkan ada yang lima. Adik-adik
tingkatnya, bahkan mahasiswi yang ia bimbing
skripsinya sudah banyak yang nikah. Sudah tidak
14 15
terhitung berapa kali ia menghadiri pernikahan
mahasiswinya. Dan ia selalu hanya bisa menangis iri
menyaksikan mereka berhasil menyempurnakan separo
agamanya.
Hari ini ia kembali diuji. Seseorang akan datang.
Datang kepada orangtuanya untuk meminangnya. Ia
masih bimbang harus memutuskan apa nanti. Ia sudah
sangat tahu siapa yang akan datang. Dan sebenarnya ia
juga sudah tahu apa yang harus ia putuskan. Meskipun
pahit ia merasa masih akan bersabar meniti jalan terjal
dan panjang sampai ia menemukan mutiara yang ia
harapkan. Tapi bagaimana ia harus kembali memberikan
pemahaman kepada ayah-ibunya yang sudah mulai
renta?
Hand phone-nya berdering. Dengan berat ia angkat,
"Zahrana?" Suara yang sangat ia kenal. Suara Bu
Merlin, atasannya di kampus. Bu Merlin, atau lengkapnya
Ir. Merlin Siregar M.T., adalah Pembantu Dekan I.
Ia orang kepercayaan Pak Karman. Sejak SMA ia di
Semarang, jadi logat Bataknya nyaris hilang. Bahasa

KETIKA CINTA BERTASBIH 2

Saya pertamakali berkeinginan membaca novel ini saat membaca di sebuah blog teman baik saya. Dengan sub judul yang sangat provokatif sekali (novel pembangun jiwa, benarkah ?) akhirnya saya penasaran, apakah dengan membaca novel tersebut jiwa saya bisa bangun. kalau bisa apa yang bisa dibangun. benarkah jiwa saya bisa bangun atau mendapati diri dalam ilusi tak bertepi.

Sejujurnya saya sendiri jarang membaca novel. selain karena budaya membaca buku berubah menjadi budaya berinternet selama di kampus, saya tidak bisa mendapatkan sesuatu yang menarik dari novel yang berkisah tentang kehidupan manusia biasa. Saya lebih suka meracuni pikiran saya dengan kisah2 ilusif yang diberikan oleh novel-novel semacam lord of the ring, harry potter, atau novel2 saintifik seperti mimpi-mimpi einstein atau supernova. Selain itu karena novel ini ‘tampaknya’ berbau agama .. well.. saya sudah membayangkan bahwa akan banyak sekali tulisan-tulisan menggurui didalamnya dan sedikit kopas (kopi dan paste) ayat2 Al Quran / hadis. Namun ternyata prasangka saya tidak salah .. namun juga tidak benar sepenuhnya..

Novel bercerita tentang mahasiswa indonesia di negara mesir ini memberikan nilai-nilai tentang religiusitas.Sang penulis juga menggambarkan sang tokoh tetap sebagai tokoh yang memegang teguh nilai2 religius. Namun sang penulis bisa mengemasnya dengan baik dan masih bisa menghadirkannya dalam kapasitas sang tokoh sebagai manusia biasa. Perasaan dan konflik sang tokoh dilukiskan dengan baik dan jelas sehingga seolah2 kita sendiri yang mengalaminya. Dalam hal ini fragmen yang cukup menarik adalah fragmen pada bab 18 -20 dan mencapai puncaknya pada bab 27-29. Fadhil salah satu tokoh dimintai saran oleh wanita yang sangat dicintainya, Tiara yang juga mencintai fadhil, sebuah saran tentang lamaran seorang ustadz yang pernah menjadi kawan fadhil semasa masih di indonesia. “Sayangnya” fadhil menyarankan untuk menerimanya dan “sayangnya” tiara juga mengikuti sarannya. Ironisnya, fadhillah yang bertanggungjawab menjadi panitia atas pernikah tersebut. keduanya pun sama-sama pada akhirnya bisa menghadapi kenyataan itu walaupun dengan hati yang sangat terluka. Well dalam hal ini kang abik, sang penulis benar2 menggambarkan perasaan keduanya secara detail, 3 bab lebih!!, seolah2 kita melihat/merasakan sendiri.. dan saya tidak menyangka akan menemui fragmen seperti ini dalam novel ini.

Selain itu ada juga fragmen2 tentang bagaimana kita seharusnya bersikap jika ingin menjadi enterprenur. Mungkin karena sang penulis juga memiliki sebuah pesantren enterprenur sehingga menjadikan novel ini sebagai media menyebarkan ajaran pesantrennya. fragmen tersebut antara lain sikap sang tokoh utama, Azzam, yang tegas jika menyangkut masalah harga barang yang dijualnya, well . sebagian besar orang indonesia , apalagi yang tidak dibesarkan dalam nuansa enterpreneur memang sering malu2 kucing jika berkaitan masalah harga dan kadang kurang percaya pada kualitas harga barang yang dijualnya sehingga mudah dijatuhkan.

Fragmen lain yang cukup menarik adalah pada halaman 341. saat ada dialog antara anna dan cut mala tentang masalah fiqh “mengutamakan orang lain dalam mendekatkan diri kepada Allah/beribadah maka hukumnya adalah makruh”. Pada awalnya penulis hanya menyajikan contoh2 yang bersifat ritus. Seperti semisal jika punya mukena satu , maka jangan dipinjamkan pada orang lain dulu, namun kita pakai terelebih dahulu. Penulis secara piawai memperlebar pemahaman terhadap masalah duniawi dengan menghadirkan dialog, saat ada pemuda yang baik agama dan akhlaknya dan melamar dirinya, pakah boleh ia mengalah dan mendahulukan saudari yang lain yang dirasa lebih pantas?. bukankah menikah ibadah juga?. Membaca fragmen ini, mendadak pikiran saya usil untuk memperlebar lagi pemahaman bahwa untuk masalah bekerja dan mencari nafkah serta berprestasi, selama dilakukan atas dasar ibadah kita makruh mendahulukan orang lain.. kita harus egois … dan itu diatur dalam masalah fikh yang seringkali mengajarkan sunnah bahkan kalo perlu wajib mengutamakan orang lain (seolah2) tanpa kecuali. Saya jadi teringat pernyataan seorang pengajar enterprenur waktu masih mahasiswa .. menjadi businessman itu memang egois tapi impactnya sangat sosial.. akan banyak sekali lapangan pekerjaan terbuka..

Itulah beberapa fragmen menarik yang bisa saya dapatkan dari novel tersebut.. memang novel ini tidak sepenuhnya bisa membangun jiwa saya. karena sang pembolak balik jiwa hanyalah hak Allah semata. Namun sedikit2 memberikan wawasan baru sedalam alam pikiran saya yang semoga suatu saat bisa benar2 membangunkan jiwa saya.

Jumat, 25 Desember 2009

Mahkota cinta

Uziek Collections
Uziek Collections
Mahkota Cinta
(Sebuah Novelet Pembangun Jiwa)
Satu
Mata pemuda itu memandang ke luar jendela. Lautan
terhampar di depan mata. Ombak seolah menari-nari
riang. Sinar matahari memantul-mantul keperakan. Dari
karcis yang ia pegang, ia tahu bahwa feri yang ia
tumpangi bernama Lintas Samudera. Tujuan feri yang
bertolak dari pelabuhan Batam itu adalah pelabuhan Johor
Bahru.
Ia memejamkan mata seraya meneguhkan hatinya.
Ia meyakinkan dirinya harus kuat. Ya, sebagai lelaki ia
harus kuat. Meskipun ia merasa kini tidak memiliki siapa- siapa
lagi. Bagi seorang lelaki cukuplah keteguhan hati
menjadi teman dan penenteram jiwa.
la kembali menegaskan niat, bahwa ia sedang
melakukan pengembaraan untuk mengubah takdir.
Mengubah nasib. Seperti saran Pak Hasan, ia harus berani
berhijrah dari satu takdir Allah ke takdir Allah lain yang
lebih baik. Feri Lintas Samudera terus melaju ke depan.
Singapura semakin dekat di depan, dan Batam semakin
jauh di belakang. Namun, Lintas Samudera tidak hendak
menuju Singapura, tapi menuju pelabuhan Johor Bahru,
Malaysia.
"Baru pertama ke Malaysia ya Dik?" tanya perempuan
muda yang duduk di sampingnya. Perempuan itu
memakai celana jin putih dan jaket ketat biru muda.
Rambutnya diikat kucir kuda. Ia menaksir usia
perempuan itu sekitar tiga puluhan lebih.
"Iya Mbak. Mbak juga yang pertama?" jawabnya
balik bertanya.
"Tidak. Saya sudah empat tahun di Malaysia."
"Berarti sejak tahun 2000 ya Mbak."
"Tidak. Sejak awal 2001."
"Kerja ya Mbak?"
"Iya Dik. Kalau adik, mau kerja? Atau mau sekolah?"

PUDARNYA PESONA CLEOPATRA

PUDARNYA PESONA CLEOPATRA
Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalam kandungan aku telah
dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal. “Ibunya Raihana adalah teman
karib ibu waktu nyantri di pesantren Mangkuyudan Solo dulu,” kata ibu.
“Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akan besanan untuk
memperteguh tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon keikhlasanmu,” ucap beliau
dengan nada mengiba.
Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti
keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi di
hatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku.
Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya
dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan tidak tahu
alasannya. Yang jelas aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon istriku.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat
khitbah (lamaran) sekilas kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, ia memang
baby face dan anggun. Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan
sama sekali.
Adikku, tante Lia mengakui Raihana cantik, “Cantiknya alami, bisa jadi bintang iklan
Lux lho, asli !” kata tante Lia. Tapi penilaianku lain, mungkin karena aku begitu hanyut
dengan gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita,
dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas Arab, dan bibir yang merah.
Di hari-hari menjelang pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku
untuk calon istriku, tetapi usahaku selalu sia-sia.
Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnya meluluhkanku. Hari
pernikahan datang. Duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa tanpa cinta,
Pestapun meriah dengan empat group rebana. Lantunan shalawat Nabipun terasa
menusuk-nusuk hati. Kulihat Raihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris
dan jiwaku meronta. Satu-satunya harapanku adalah mendapat berkah dari Allah SWT
atas baktiku pada ibuku yang kucintai. Rabbighfir li wa liwalidayya!
Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta, hanya sekedar
karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayatNya. Raihana tersenyum
mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dan kepura-puraanku.
***
Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggir kota Malang. Mulailah
kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah hidup berkeluarga
tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama dengan makhluk yang bernama
Raihana, istriku, tapi Masya Allah bibit cintaku belum juga tumbuh. Suaranya yang
lembut terasa hambar, wajahnya yang teduh tetap terasa asing.
Memasuki bulan keempat, rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini
muncul begitu saja. Aku mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini, apalagi pada
istri sendiri yang seharusnya kusayang dan kucintai. Sikapku pada Raihana mulai lain.
Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak di ruang
tamu atau ruang kerja. Aku merasa hidupku ada lah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia,
pernikahanku sia-sia, keberadaanku sia-sia.
Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama, karena ia orang
yang berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab, “tidak apa-apa koq mbak,
mungkin aku belum dewasa, mungkin masih harus belajar berumah tangga.”
Ada kekagetan yang kutangkap di wajah Raihana ketika kupanggil ‘mbak’, “Kenapa Mas
memanggilku mbak, aku kan istrimu, apa Mas sudah tidak mencintaiku,” tanyanya
dengan guratan wajah yang sedih.
“Wallahu a’lam,” jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam
menunduk, tak lama kemudian dia terisak-isak sambil memeluk kakiku, “Kalau Mas
tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagai istri, kenapa Mas ucapkan akad nikah?”
“Kalau dalam tingkahku melayani Mas masih ada yang kurang berkenan, kenapa Mas
tidak bilang dan menegurnya, kenapa Mas diam saja, aku harus bersikap bagaimana
untuk membahagiakan Mas, kumohon bukalah sedikit hatimu untuk menjadi ruang bagi
pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadahku di dunia ini,” Raihana mengiba penuh
pasrah.
Aku menangis menitikkan air mata, bukan karena Raihana tetapi karena kepatunganku.
Hari terus berjalan, tetapi komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang
asing tetapi Raihana tetap melayaniku, menyiapkan segalanya untukku.
***
Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai di rumah habis maghrib, bibirku
pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi.
Memang aku berangkat pagi karena ada janji dengan teman. Raihana memandangiku
dengan khawatir.
“Mas tidak apa-apa,” tanyanya dengan perasaan kuatir. “Mas mandi dengan air panas
saja, aku sedang menggodoknya, lima menit lagi mendidih,” lanjutnya. Aku melepas
semua pakaian yang basah. ”Mas airnya sudah siap,” kata Raihana. Aku tak bicara
sepatah katapun, aku langsung ke kamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi
Raihana telah berdiri di depan pintu membawa handuk. ”Mas aku buatkan wedang jahe.”
Aku diam saja. Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan.
Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku dan memijit-mijit
pundak dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu. “Mas masuk angin. Biasanya kalau
masuk angin diobati pakai apa, pakai balsam, minyak putih, atau jamu?” tanya Raihana
sambil menuntunku ke kamar. ”Mas jangan diam saja dong, aku kan tidak tahu apa yang
harus kulakukan untuk membantu Mas”.
“Biasanya dikerokin,” jawabku lirih. “Kalau begitu kaos mas dilepas ya, biar Hana
kerokin,” sahut Raihana sambil tangannya melepas kaosku. Aku seperti anak kecil yang
dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengeroki punggungku dengan sentuhan
tangannya yang halus.
Setelah selesai dikerokin, Raihana membawakanku semangkok bubur kacang hijau.
Setelah itu aku merebahkan diri di tempat tidur. Kulihat Raihana duduk di kursi tak jauh
dari tempat tidur sambil menghafal Al Quran dengan khusyu. Aku kembali sedih dan
ingin menangis, Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra.
Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra, ia mengundangku untuk makan
malam di istananya. “Aku punya keponakan namanya Mona Zaki, nanti akan aku
perkenalkan denganmu,” kata Ratu Cleopatra. “Dia memintaku untuk mencarikannya
seorang pangeran, aku melihatmu cocok dan berniat memperkenalkannya denganmu.”
Aku mempersiapkan segalanya. Tepat pukul 07.00 aku datang ke istana, kulihat Mona
Zaki dengan pakaian pengantinnya, cantik sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di
kursi yang berhias berlian.
Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba “Mas, bangun, sudah jam setengah
empat, mas belum sholat Isya,” kata Raihana membangunkanku. Aku terbangun dengan
perasaan kecewa. “Maafkan aku Mas, membuat Mas kurang suka, tetapi Mas belum
sholat Isya,” lirih Hana sambil melepas mukenanya, mungkin dia baru selesai sholat
malam.
Meskipun cuman mimpi tapi itu indah sekali, tapi sayang terputus. Aku jadi semakin
tidak suka sama dia, dialah pemutus harapanku dan mimpi-mimpiku. Tapi apakah dia
bersalah, bukankah dia berbuat baik membangunkanku untuk sholat Isya.
Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahu dari mana sulitnya.
Rasa tidak suka semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar terpenjara dalam suasana konyol.
Aku belum bisa menyukai Raihana. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta, entah kenapa
bisa dijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra.
***
“Mas, nanti sore ada acara aqiqah di rumah Yu Imah. Semua keluarga akan datang
termasuk ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita datang bareng, tidak enak kalau kita
yang dieluk-elukan keluarga tidak datang,” suara lembut Raihana menyadarkan
pengembaraanku pada Jaman Ibnu Hazm. Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi
onde-onde kesukaanku dan segelas wedang jahe.
Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. “Maaf..maaf jika
mengganggu Mas, maafkan Hana,” lirihnya, lalu perlahan-lahan beranjak meninggalkan
aku di ruang kerja. “Mbak! Eh maaf, maksudku D..Din..Dinda Hana!,” panggilku dengan
suara parau tercekak dalam tenggorokan.
“Ya Mas!” sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan pelan-pelan
menghadapkan dirinya padaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya ia bahagia
dipanggil ‘dinda’. Matanya sedikit berbinar. “Te..terima kasih Di..dinda, kita berangkat
bareng kesana, habis sholat dhuhur, insya Allah,” ucapku sambil menatap wajah Hana
dengan senyum yang kupaksakan.
Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyum bersinar di
bibirnya. “Terima kasih Mas, Ibu kita pasti senang, mau pakai baju yang mana Mas, biar
dinda siapkan? Atau biar dinda saja yang memilihkan ya?” Hana begitu bahagia.
Perempuan berjilbab ini memang luar biasa, Ia tetap sabar mencurahkan bakti meskipun
aku dingin dan acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum pernah melihatnya
memasang wajah masam atau tidak suka padaku. Kalau wajah sedihnya ya. Tapi wajah
tidak sukanya belum pernah.
Bah, lelaki macam apa aku ini, kutukku pada diriku sendiri. Aku memaki-maki diriku
sendiri atas sikap dinginku selama ini. Tapi, setetes embun cinta yang kuharapkan
membasahi hatiku tak juga turun. Kecantikan aura titisan Cleopatra itu? Bagaimana aku
mengusirnya. Aku merasa menjadi orang yang paling membenci diriku sendiri di dunia
ini.
Acara pengajian dan aqiqah putra ketiga Fatimah kakak sulung Raihana membawa
sejarah baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana, kami dielu-elukan
keluarga, disambut hangat, penuh cinta, dan penuh bangga. “Selamat datang pengantin
baru! Selamat datang pasangan yang paling ideal dalam keluarga!” sambut Yu Imah
disambut tepuk tangan bahagia mertua dan bundaku serta kerabat yang lain. Wajah
Raihana cerah. Matanya berbinar-binar bahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku menangis
disebut pasangan ideal.
Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusan terbaik di
kampusnya dan hafal al-Quran lantas disebut ideal? Ideal bagiku adalah seperti Ibnu
Hazm dan istrinya, saling memiliki rasa cinta yang sampai pada pengorbanan satu sama
lain. Rasa cinta yang tidak lagi memungkinkan adanya pengkhianatan. Rasa cinta yang
dari detik ke detik meneteskan rasa bahagia.
Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki Raihana.
Sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kaget oleh sikap
Raihana yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di mata keluarga. Pada ibuku dan
semuanya tidak pernah diceritakan, kecuali menyanjung kebaikanku sebagai seorang
suami yang dicintainya. Bahkan ia mengaku bangga dan bahagia menjadi istriku. Aku
sendiri dibuat pusing dengan sikapku.
Lebih pusing lagi sikap ibuku dan mertuaku yang menyindir tentang keturunan. “Sudah
satu tahun putra sulungku menikah, koq belum ada tanda-tandanya ya, padahal aku ingin
sekali menimang cucu,” kata ibuku. “Insya Allah tak lama lagi, ibu akan menimang cucu,
doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?” sahut Raihana sambil menyikut lenganku, aku
tergagap dan mengangguk sekenanya.
Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat dengan Raihana. Aku berpurapura
kembali mesra dengannya, sebagai suami betulan. Jujur, aku hanya pura-pura. Sebab
bukan atas dasar cinta, dan bukan kehendakku sendiri aku melakukannya, ini semua demi
ibuku. Allah Maha Kuasa. Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai seorang istri.
Raihana hamil. Ia semakin manis.
Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangis karena cinta tak kunjung tiba.
Tuhan kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera. Sejak itu aku semakin sedih
sehingga Raihana yang sedang hamil tidak kuperhatikan lagi. Setiap saat nuraniku
bertanya, “Mana tanggung jawabmu!” Aku hanya diam dan mendesah sedih. “Entahlah,
betapa sulit aku menemukan cinta,” gumamku.
Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasuki bulan ke enam.
Raihana minta ijin untuk tinggal bersama orang tuanya dengan alasan kesehatan.
Kukabulkan permintaanya dan kuantarkan dia ke rumahnya.
Karena rumah mertua jauh dari kampus tempat aku mengajar, mertuaku tak menaruh
curiga ketika aku harus tetap tinggal di kontrakan. Ketika aku pamitan, Raihana berpesan,
“Mas, untuk menambah biaya kelahiran anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku yang
ada di ATM. Aku taruh di bawah bantal, nomor pin-nya sama dengan tanggal pernikahan
kita.”
Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiap hari aku tidak bertemu
dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entah apa sebabnya bisa demikian. Hanya
saja aku sedikit repot, harus menyiapkan segalanya. Tapi toh bukan masalah bagiku,
karena aku sudah terbiasa saat kuliah di Mesir.
Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang
kehujanan. Sampai rumah hari sudah petang, aku merasa tubuhku benar-benar lemas.
Aku muntah-muntah, menggigil, kepala pusing dan perut mual. Saat itu terlintas di hati
andaikan ada Raihana, dia pasti telah menyiapkan air panas, bubur kacang hijau,
membantu mengobati masuk angin dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhku
istirahat dan menutupi tubuhku dengan selimut.
Malam itu aku benar-benar tersiksa dan menderita. Aku terbangun jam enam pagi. Badan
sudah segar. Tapi ada penyesalan dalam hati, aku belum sholat Isya dan terlambat sholat
subuh. Baru sedikit terasa, andaikan ada Raihana tentu aku ngak meninggalkan sholat
Isya, dan tidak terlambat sholat subuh.
Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku
mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah
bahasa Arab. Diantaranya tutornya adalah professor bahasa Arab dari Mesir. Aku jadi
banyak berbincang dengan beliau tentang Mesir.
Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi, seorang dosen bahasa Arab
dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan satu pengalaman hidup
yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani. ”Apakah kamu sudah menikah?” kata Pak
Qalyubi.
“Alhamdulillah, sudah,” jawabku.
“Dengan orang mana?”.
“Orang Jawa.”
“Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyak saudara yang
menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalehah. Paling tidak santriwati, lulusan
pesantren. Istrimu dari pesantren?”.
“Pernah, alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al Quran”.
“Kau sangat beruntung, tidak sepertiku.”
“Kenapa dengan Bapak?” “Aku melakukan langkah yang salah, seandainya aku tidak
menikah dengan orang Mesir itu, tentu batinku tidak merana seperti sekarang”.
“Bagaimana itu bisa terjadi?.”
“Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dan karena terpesona dengan
kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, saya seorang anak tunggal dari
seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Di sana saya
bersama kakak kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya
waktu, tahun pertama saya lulus dengan predikat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi
pelajar dari Indonesia.
Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal
menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak
pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis
secantik itu. Saya bersumpah tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dia. Ternyata
perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil.
Fadhil membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian
lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua.
Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan begini,
sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al-Azhar yang
hafal al-Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada dengan Yasmin yang
awam pengetahuan agamanya. Tetapi saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya
yang tinggi saya berhasil menikahi Yasmin.
Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir. Perabot rumah yang
mewah, menginap di hotel berbintang. Begitu selesai S-1 saya kembali ke Medan, saya
minta agar asset yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. Kami langsung membeli
rumah yang cukup mewah di kota Medan.
Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap tahunnya Yasmin mengajak ke
Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa memenuhi semua yang diinginkan
Yasmin. Hidup terus berjalan, biaya hidup semakin nambah, anak kami yang ketiga lahir,
tetapi pemasukan tidak bertambah. Saya minta Yasmin untuk berhemat. Tidak setiap
tahun tetapi tiga tahun sekali, Yasmin tidak bisa.
Aku mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi. Sawah
terakhir milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulai muncul penyesalan.
Setiap kali saya melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup dengan tenang dan damai
dengan istrinya. Bisa mengamalkan ilmu dan bisa berdakwah dengan baik. Dicintai
masyarakat. Saya tidak mendapatkan apa yang mereka dapatkan. Jika saya pengin
rending, saya harus ke warung. Yasmin tidak mau tahu dengan masakan Indonesia.
Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan namanya. Jika ada
sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaan saya dimulai setahun
yang lalu. Usaha saya bangkrut, saya minta Yasmin untuk menjual perhiasannya, tetapi
dia tidak mau. Dia malah membandingkan dirinya yang hidup serba kurang dengan
sepupunya. Sepupunya mendapat suami orang Mesir.
Saya menyesal meletakkan kecantikan diatas segalanya. Saya telah diperbudak dengan
kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit, ayah dan ibu mengalah. Mereka
menjual rumah dan tanah, yang akhirnya mereka tinggal di ruko yang kecil dan sempit.
Batin saya menangis. Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya yang
bangkrut. Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir.
Waktu di Mesir itulah puncak tragedi yang menyakitkan. “Aku menyesal menikah
dengan orang Indonesia, aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali
dengan lelaki Mesir.”
Kata Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa dia bercerita bahwa
tadi di KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudah jadi bisnisman,
dan istrinya sudah meninggal.
Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia
karena tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang
menyakitkan adalah tak satupun keluarganya yang membelaku. Rupanya selama ini
Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita bohong.
Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai
dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengan temannya. Hati saya
sangat sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang.”
Mendengar cerita Pak Qalyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya
menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang dimataku, tak terasa
sudah dua bulan aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap
dihati. Dia istri yang sangat shalehah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar
adalah pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah aku mendapatkan
istri seperti dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah
menyala di dindingnya. Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana
kandungannya? Sudah delapan bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat
pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan tabungannya.
Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke toko baju muslim, aku ingin
membelikannya untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi. Aku ingin memberikan
kejutan, agar dia tersenyum menyambut kedatanganku. Aku tidak langsung ke rumah
mertua, tetapi ke kontrakan untuk mengambil uang tabungan, yang disimpan di bawah
bantal. Di bawah kasur itu kutemukan kertas merah jambu. Hatiku berdesir, darahku
terkesiap. Surat cinta siapa ini, rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untuk
istriku. Jangan-jangan ini surat cinta istriku dengan lelaki lain. Gila! Jangan-jangan
istriku serong.
Dengan rasa takut kubaca surat itu satu persatu. Dan Rabbi, ternyata surat-surat itu adalah
ungkapan hati Raihana yang selama ini aku zhalimi. Ia menulis, betapa ia mati-matian
mencintaiku, meredam rindunya akan belaianku. Ia menguatkan diri untuk menahan
nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya Allah lah tempat ia meratap melabuhkan
dukanya. Dan ya Allah, ia tetap setia memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya.
Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku.
“Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh di hadapan-Mu. Lakal hamdu ya
Rabb. Telah Kau muliakan hamba dengan al-Quran. Kalaulah bukan karena karunia-Mu
yang agung ini, niscaya hamba sudah terperosok ke dalam jurang kenistaan. Ya Rabbi,
curahkan tambahan kesabaran dalam diri hamba,” tulis Raihana.
Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa, “Ya Allah inilah hamba-Mu yang kerdil penuh
noda dan dosa kembali datang mengetuk pintu-Mu, melabuhkan derita jiwa ini ke
hadirat-Mu. Ya Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Mu ini hamil penuh derita dan
kepayahan. Namun kenapa begitu tega suami hamba tak mempedulikanku dan
menelantarkanku. Masih kurang apa rasa cinta hamba padanya. Masih kurang apa
kesetiaanku padanya. Masih kurang apa baktiku padanya? Ya Allah, jika memang masih
ada yang kurang, ilhamkanlah pada hamba-Mu ini cara berakhlak yang lebih mulia lagi
pada suamiku.
Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya.

novel

"Jiwa memang tercipta bersama hati. Jiwa kan merasa sepi jika tak ada orang yng menemani. Hati ingin dimengerti, maka terciptalah rasa cinta. Inilah Aku .. Slalu damba .. Lenyapkan sunyi hati dan ruang waktuku 'tuk bersamamu."

TABIR CINTA ZAHRANA

(Sebuah Novelet Pembangun Jiwa)
Matanya berkaca-kaca. Kalau tidak ada kekuatan
iman dalam dada ia mungkin telah memilih sirna dari
dunia. Ujian yang ia derita sangat berbeda dengan
orang-orang seusianya. Banyak yang memandangnya
sukses. Hidup berkecukupan. Punya pekerjaan yang
terhormat dan bisa dibanggakan. Bagaimana tidak, ia
mampu meraih gelar master teknik dari sebuah institut
teknologi paling bergengsi di negeri ini. Dan kini ia
dipercaya duduk dalam jajaran pengajar tetap di
universitas swasta terkemuka di ibukota Propinsi Jawa
Tengah: Semarang.
Satu
13
Tidak hanya itu, ia juga pernah mendapatkan
penghargaan sebagai dosen paling berdedikasi di
kampusnya. Ia sangat disegani oleh sesama dosen dan
dicintai oleh mahasiswanya. Ia juga disayang oleh
keluarga dan para tetangganya. Bagi perempuan
seusianya, nyaris tidak ada yang kurang pada dirinya.
Sudah berapa kali ia mendengar pujian tentang
kesuksesannya. Hanya ia seorang yang tahu bahwa
sejatinya ia sangat menderita.
Ada satu hal yang ia tangisi setiap malam. Setiap kali
bermunajat kepada Sang Pencipta siang dan malam. Ia
menangisi takdirnya yang belum juga berubah. Takdir
sebagai perawan tua yang belum juga menemukan
jodohnya. Dalam keseharian ia tampak biasa dan ceria.
Ia bisa menyembunyikan derita dan sedihnya dengan
sikap tenangnya.
Ia terkadang menyalahkan dirinya sendir kenapa
tidak menikah sejak masih duduk di S.l dahulu? Kenapa
tidak berani menikah ketika si Gugun yang mati-matian
mencintainya sejak duduk di bangku kuliah itu
mengajaknya menikah? Ia dulu memandang remeh
Gugun. Ia menganggap Gugun itu tidak cerdas dan tipe
lelaki kerdil. Sekarang si Gugun itu sudah sukses jadi
pengusaha cor logam dan baja di Klaten. Karyawannya
banyak dan anaknya sudah tiga. Gugun sekarang juga
punya usaha Travel Umroh di Jakarta. Setiap kali
bertemu, nyaris ia tidak berani mengangkat muka.
Kenapa juga ketika selesai S.l ia tidak langsung
menikah? Kenapa ia lebih tertantang masuk S.2 di ITB
Bandung? Padahal saat itu, temannya satu angkatan si
Yuyun menawarkan kakaknya yang sudah buka kios
pakaian dalam di Pasar Bringharjo Jogja. Saat itu kenapa
ia begitu tinggi hati. Ia masih memandang rendah
pekerjaan jualan pakaian dalam. Sekarang kakaknya
Yuyun sudah punya toko pakaian dan sepatu yang
lumayan besar di Jogja. Akhirnya ia menikah dengan
seorang santriwati dari Pesantren Al Munawwir, Krapyak.
Dan sekarang telah membuka SDIT di Sleman. Apa
sebetulnya yang ia kejar? Kenapa waktu itu ia tidak juga
cepat dewasa dan menyadari bahwa hidup ini berproses.
Ia meneteskan airmata.
Dulu banyak mutiara yang datang kepadanya ia
tolak tanpa pertimbangan. Dan kini mutiara itu tidak
lagi datang. Kalau pun ada seolah-olah sudah tidak lagi
tersedia untuknya. Hanya bebatuan dan sampah yang
kini banyak datang dan membuatnya menderita batin
yang cukup dalam.
Matanya berkaca-kaca. Ketika ia sadar harus rendah
hati. Ketika ia sadar prestasi sejati tidaklah semata-mata
prestasi akademik. Ketika ia sadar dan ingin mencari
pendamping hidup yang baik. Baik bagi dirinya dan juga
bagi anak-anaknya kelak. Ketika ia sadar dan ingin
menjadi Muslimah seutuhnya. Ketika ia menyadari,
semua yang ia temui kini, adalah jalan terjal yang panjang
yang menguji kesabarannya.
Umurnya sudah tidak muda lagi. Tiga puluh empat
tahun. Teman-teman seusianya sudah ada yang memiliki
anak dua, tiga, empat, bahkan ada yang lima. Adik-adik
tingkatnya, bahkan mahasiswi yang ia bimbing
skripsinya sudah banyak yang nikah. Sudah tidak
14 15
terhitung berapa kali ia menghadiri pernikahan
mahasiswinya. Dan ia selalu hanya bisa menangis iri
menyaksikan mereka berhasil menyempurnakan separo
agamanya.
Hari ini ia kembali diuji. Seseorang akan datang.
Datang kepada orangtuanya untuk meminangnya. Ia
masih bimbang harus memutuskan apa nanti. Ia sudah
sangat tahu siapa yang akan datang. Dan sebenarnya ia
juga sudah tahu apa yang harus ia putuskan. Meskipun
pahit ia merasa masih akan bersabar meniti jalan terjal
dan panjang sampai ia menemukan mutiara yang ia
harapkan. Tapi bagaimana ia harus kembali memberikan
pemahaman kepada ayah-ibunya yang sudah mulai
renta?
Hand phone-nya berdering. Dengan berat ia angkat,
"Zahrana?" Suara yang sangat ia kenal. Suara Bu
Merlin, atasannya di kampus. Bu Merlin, atau lengkapnya
Ir. Merlin Siregar M.T., adalah Pembantu Dekan I.
Ia orang kepercayaan Pak Karman. Sejak SMA ia di
Semarang, jadi logat Bataknya nyaris hilang. Bahasa

KETIKA CINTA BERTASBIH 2

Saya pertamakali berkeinginan membaca novel ini saat membaca di sebuah blog teman baik saya. Dengan sub judul yang sangat provokatif sekali (novel pembangun jiwa, benarkah ?) akhirnya saya penasaran, apakah dengan membaca novel tersebut jiwa saya bisa bangun. kalau bisa apa yang bisa dibangun. benarkah jiwa saya bisa bangun atau mendapati diri dalam ilusi tak bertepi.

Sejujurnya saya sendiri jarang membaca novel. selain karena budaya membaca buku berubah menjadi budaya berinternet selama di kampus, saya tidak bisa mendapatkan sesuatu yang menarik dari novel yang berkisah tentang kehidupan manusia biasa. Saya lebih suka meracuni pikiran saya dengan kisah2 ilusif yang diberikan oleh novel-novel semacam lord of the ring, harry potter, atau novel2 saintifik seperti mimpi-mimpi einstein atau supernova. Selain itu karena novel ini ‘tampaknya’ berbau agama .. well.. saya sudah membayangkan bahwa akan banyak sekali tulisan-tulisan menggurui didalamnya dan sedikit kopas (kopi dan paste) ayat2 Al Quran / hadis. Namun ternyata prasangka saya tidak salah .. namun juga tidak benar sepenuhnya..

Novel bercerita tentang mahasiswa indonesia di negara mesir ini memberikan nilai-nilai tentang religiusitas.Sang penulis juga menggambarkan sang tokoh tetap sebagai tokoh yang memegang teguh nilai2 religius. Namun sang penulis bisa mengemasnya dengan baik dan masih bisa menghadirkannya dalam kapasitas sang tokoh sebagai manusia biasa. Perasaan dan konflik sang tokoh dilukiskan dengan baik dan jelas sehingga seolah2 kita sendiri yang mengalaminya. Dalam hal ini fragmen yang cukup menarik adalah fragmen pada bab 18 -20 dan mencapai puncaknya pada bab 27-29. Fadhil salah satu tokoh dimintai saran oleh wanita yang sangat dicintainya, Tiara yang juga mencintai fadhil, sebuah saran tentang lamaran seorang ustadz yang pernah menjadi kawan fadhil semasa masih di indonesia. “Sayangnya” fadhil menyarankan untuk menerimanya dan “sayangnya” tiara juga mengikuti sarannya. Ironisnya, fadhillah yang bertanggungjawab menjadi panitia atas pernikah tersebut. keduanya pun sama-sama pada akhirnya bisa menghadapi kenyataan itu walaupun dengan hati yang sangat terluka. Well dalam hal ini kang abik, sang penulis benar2 menggambarkan perasaan keduanya secara detail, 3 bab lebih!!, seolah2 kita melihat/merasakan sendiri.. dan saya tidak menyangka akan menemui fragmen seperti ini dalam novel ini.

Selain itu ada juga fragmen2 tentang bagaimana kita seharusnya bersikap jika ingin menjadi enterprenur. Mungkin karena sang penulis juga memiliki sebuah pesantren enterprenur sehingga menjadikan novel ini sebagai media menyebarkan ajaran pesantrennya. fragmen tersebut antara lain sikap sang tokoh utama, Azzam, yang tegas jika menyangkut masalah harga barang yang dijualnya, well . sebagian besar orang indonesia , apalagi yang tidak dibesarkan dalam nuansa enterpreneur memang sering malu2 kucing jika berkaitan masalah harga dan kadang kurang percaya pada kualitas harga barang yang dijualnya sehingga mudah dijatuhkan.

Fragmen lain yang cukup menarik adalah pada halaman 341. saat ada dialog antara anna dan cut mala tentang masalah fiqh “mengutamakan orang lain dalam mendekatkan diri kepada Allah/beribadah maka hukumnya adalah makruh”. Pada awalnya penulis hanya menyajikan contoh2 yang bersifat ritus. Seperti semisal jika punya mukena satu , maka jangan dipinjamkan pada orang lain dulu, namun kita pakai terelebih dahulu. Penulis secara piawai memperlebar pemahaman terhadap masalah duniawi dengan menghadirkan dialog, saat ada pemuda yang baik agama dan akhlaknya dan melamar dirinya, pakah boleh ia mengalah dan mendahulukan saudari yang lain yang dirasa lebih pantas?. bukankah menikah ibadah juga?. Membaca fragmen ini, mendadak pikiran saya usil untuk memperlebar lagi pemahaman bahwa untuk masalah bekerja dan mencari nafkah serta berprestasi, selama dilakukan atas dasar ibadah kita makruh mendahulukan orang lain.. kita harus egois … dan itu diatur dalam masalah fikh yang seringkali mengajarkan sunnah bahkan kalo perlu wajib mengutamakan orang lain (seolah2) tanpa kecuali. Saya jadi teringat pernyataan seorang pengajar enterprenur waktu masih mahasiswa .. menjadi businessman itu memang egois tapi impactnya sangat sosial.. akan banyak sekali lapangan pekerjaan terbuka..

Itulah beberapa fragmen menarik yang bisa saya dapatkan dari novel tersebut.. memang novel ini tidak sepenuhnya bisa membangun jiwa saya. karena sang pembolak balik jiwa hanyalah hak Allah semata. Namun sedikit2 memberikan wawasan baru sedalam alam pikiran saya yang semoga suatu saat bisa benar2 membangunkan jiwa saya.

Jumat, 25 Desember 2009

Mahkota cinta

Uziek Collections
Uziek Collections
Mahkota Cinta
(Sebuah Novelet Pembangun Jiwa)
Satu
Mata pemuda itu memandang ke luar jendela. Lautan
terhampar di depan mata. Ombak seolah menari-nari
riang. Sinar matahari memantul-mantul keperakan. Dari
karcis yang ia pegang, ia tahu bahwa feri yang ia
tumpangi bernama Lintas Samudera. Tujuan feri yang
bertolak dari pelabuhan Batam itu adalah pelabuhan Johor
Bahru.
Ia memejamkan mata seraya meneguhkan hatinya.
Ia meyakinkan dirinya harus kuat. Ya, sebagai lelaki ia
harus kuat. Meskipun ia merasa kini tidak memiliki siapa- siapa
lagi. Bagi seorang lelaki cukuplah keteguhan hati
menjadi teman dan penenteram jiwa.
la kembali menegaskan niat, bahwa ia sedang
melakukan pengembaraan untuk mengubah takdir.
Mengubah nasib. Seperti saran Pak Hasan, ia harus berani
berhijrah dari satu takdir Allah ke takdir Allah lain yang
lebih baik. Feri Lintas Samudera terus melaju ke depan.
Singapura semakin dekat di depan, dan Batam semakin
jauh di belakang. Namun, Lintas Samudera tidak hendak
menuju Singapura, tapi menuju pelabuhan Johor Bahru,
Malaysia.
"Baru pertama ke Malaysia ya Dik?" tanya perempuan
muda yang duduk di sampingnya. Perempuan itu
memakai celana jin putih dan jaket ketat biru muda.
Rambutnya diikat kucir kuda. Ia menaksir usia
perempuan itu sekitar tiga puluhan lebih.
"Iya Mbak. Mbak juga yang pertama?" jawabnya
balik bertanya.
"Tidak. Saya sudah empat tahun di Malaysia."
"Berarti sejak tahun 2000 ya Mbak."
"Tidak. Sejak awal 2001."
"Kerja ya Mbak?"
"Iya Dik. Kalau adik, mau kerja? Atau mau sekolah?"

PUDARNYA PESONA CLEOPATRA

PUDARNYA PESONA CLEOPATRA
Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalam kandungan aku telah
dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal. “Ibunya Raihana adalah teman
karib ibu waktu nyantri di pesantren Mangkuyudan Solo dulu,” kata ibu.
“Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akan besanan untuk
memperteguh tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon keikhlasanmu,” ucap beliau
dengan nada mengiba.
Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti
keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi di
hatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku.
Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya
dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan tidak tahu
alasannya. Yang jelas aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon istriku.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat
khitbah (lamaran) sekilas kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, ia memang
baby face dan anggun. Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan
sama sekali.
Adikku, tante Lia mengakui Raihana cantik, “Cantiknya alami, bisa jadi bintang iklan
Lux lho, asli !” kata tante Lia. Tapi penilaianku lain, mungkin karena aku begitu hanyut
dengan gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita,
dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas Arab, dan bibir yang merah.
Di hari-hari menjelang pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku
untuk calon istriku, tetapi usahaku selalu sia-sia.
Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnya meluluhkanku. Hari
pernikahan datang. Duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa tanpa cinta,
Pestapun meriah dengan empat group rebana. Lantunan shalawat Nabipun terasa
menusuk-nusuk hati. Kulihat Raihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris
dan jiwaku meronta. Satu-satunya harapanku adalah mendapat berkah dari Allah SWT
atas baktiku pada ibuku yang kucintai. Rabbighfir li wa liwalidayya!
Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta, hanya sekedar
karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayatNya. Raihana tersenyum
mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dan kepura-puraanku.
***
Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggir kota Malang. Mulailah
kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah hidup berkeluarga
tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama dengan makhluk yang bernama
Raihana, istriku, tapi Masya Allah bibit cintaku belum juga tumbuh. Suaranya yang
lembut terasa hambar, wajahnya yang teduh tetap terasa asing.
Memasuki bulan keempat, rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini
muncul begitu saja. Aku mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini, apalagi pada
istri sendiri yang seharusnya kusayang dan kucintai. Sikapku pada Raihana mulai lain.
Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak di ruang
tamu atau ruang kerja. Aku merasa hidupku ada lah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia,
pernikahanku sia-sia, keberadaanku sia-sia.
Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama, karena ia orang
yang berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab, “tidak apa-apa koq mbak,
mungkin aku belum dewasa, mungkin masih harus belajar berumah tangga.”
Ada kekagetan yang kutangkap di wajah Raihana ketika kupanggil ‘mbak’, “Kenapa Mas
memanggilku mbak, aku kan istrimu, apa Mas sudah tidak mencintaiku,” tanyanya
dengan guratan wajah yang sedih.
“Wallahu a’lam,” jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam
menunduk, tak lama kemudian dia terisak-isak sambil memeluk kakiku, “Kalau Mas
tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagai istri, kenapa Mas ucapkan akad nikah?”
“Kalau dalam tingkahku melayani Mas masih ada yang kurang berkenan, kenapa Mas
tidak bilang dan menegurnya, kenapa Mas diam saja, aku harus bersikap bagaimana
untuk membahagiakan Mas, kumohon bukalah sedikit hatimu untuk menjadi ruang bagi
pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadahku di dunia ini,” Raihana mengiba penuh
pasrah.
Aku menangis menitikkan air mata, bukan karena Raihana tetapi karena kepatunganku.
Hari terus berjalan, tetapi komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang
asing tetapi Raihana tetap melayaniku, menyiapkan segalanya untukku.
***
Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai di rumah habis maghrib, bibirku
pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi.
Memang aku berangkat pagi karena ada janji dengan teman. Raihana memandangiku
dengan khawatir.
“Mas tidak apa-apa,” tanyanya dengan perasaan kuatir. “Mas mandi dengan air panas
saja, aku sedang menggodoknya, lima menit lagi mendidih,” lanjutnya. Aku melepas
semua pakaian yang basah. ”Mas airnya sudah siap,” kata Raihana. Aku tak bicara
sepatah katapun, aku langsung ke kamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi
Raihana telah berdiri di depan pintu membawa handuk. ”Mas aku buatkan wedang jahe.”
Aku diam saja. Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan.
Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku dan memijit-mijit
pundak dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu. “Mas masuk angin. Biasanya kalau
masuk angin diobati pakai apa, pakai balsam, minyak putih, atau jamu?” tanya Raihana
sambil menuntunku ke kamar. ”Mas jangan diam saja dong, aku kan tidak tahu apa yang
harus kulakukan untuk membantu Mas”.
“Biasanya dikerokin,” jawabku lirih. “Kalau begitu kaos mas dilepas ya, biar Hana
kerokin,” sahut Raihana sambil tangannya melepas kaosku. Aku seperti anak kecil yang
dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengeroki punggungku dengan sentuhan
tangannya yang halus.
Setelah selesai dikerokin, Raihana membawakanku semangkok bubur kacang hijau.
Setelah itu aku merebahkan diri di tempat tidur. Kulihat Raihana duduk di kursi tak jauh
dari tempat tidur sambil menghafal Al Quran dengan khusyu. Aku kembali sedih dan
ingin menangis, Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra.
Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra, ia mengundangku untuk makan
malam di istananya. “Aku punya keponakan namanya Mona Zaki, nanti akan aku
perkenalkan denganmu,” kata Ratu Cleopatra. “Dia memintaku untuk mencarikannya
seorang pangeran, aku melihatmu cocok dan berniat memperkenalkannya denganmu.”
Aku mempersiapkan segalanya. Tepat pukul 07.00 aku datang ke istana, kulihat Mona
Zaki dengan pakaian pengantinnya, cantik sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di
kursi yang berhias berlian.
Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba “Mas, bangun, sudah jam setengah
empat, mas belum sholat Isya,” kata Raihana membangunkanku. Aku terbangun dengan
perasaan kecewa. “Maafkan aku Mas, membuat Mas kurang suka, tetapi Mas belum
sholat Isya,” lirih Hana sambil melepas mukenanya, mungkin dia baru selesai sholat
malam.
Meskipun cuman mimpi tapi itu indah sekali, tapi sayang terputus. Aku jadi semakin
tidak suka sama dia, dialah pemutus harapanku dan mimpi-mimpiku. Tapi apakah dia
bersalah, bukankah dia berbuat baik membangunkanku untuk sholat Isya.
Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahu dari mana sulitnya.
Rasa tidak suka semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar terpenjara dalam suasana konyol.
Aku belum bisa menyukai Raihana. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta, entah kenapa
bisa dijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra.
***
“Mas, nanti sore ada acara aqiqah di rumah Yu Imah. Semua keluarga akan datang
termasuk ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita datang bareng, tidak enak kalau kita
yang dieluk-elukan keluarga tidak datang,” suara lembut Raihana menyadarkan
pengembaraanku pada Jaman Ibnu Hazm. Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi
onde-onde kesukaanku dan segelas wedang jahe.
Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. “Maaf..maaf jika
mengganggu Mas, maafkan Hana,” lirihnya, lalu perlahan-lahan beranjak meninggalkan
aku di ruang kerja. “Mbak! Eh maaf, maksudku D..Din..Dinda Hana!,” panggilku dengan
suara parau tercekak dalam tenggorokan.
“Ya Mas!” sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan pelan-pelan
menghadapkan dirinya padaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya ia bahagia
dipanggil ‘dinda’. Matanya sedikit berbinar. “Te..terima kasih Di..dinda, kita berangkat
bareng kesana, habis sholat dhuhur, insya Allah,” ucapku sambil menatap wajah Hana
dengan senyum yang kupaksakan.
Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyum bersinar di
bibirnya. “Terima kasih Mas, Ibu kita pasti senang, mau pakai baju yang mana Mas, biar
dinda siapkan? Atau biar dinda saja yang memilihkan ya?” Hana begitu bahagia.
Perempuan berjilbab ini memang luar biasa, Ia tetap sabar mencurahkan bakti meskipun
aku dingin dan acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum pernah melihatnya
memasang wajah masam atau tidak suka padaku. Kalau wajah sedihnya ya. Tapi wajah
tidak sukanya belum pernah.
Bah, lelaki macam apa aku ini, kutukku pada diriku sendiri. Aku memaki-maki diriku
sendiri atas sikap dinginku selama ini. Tapi, setetes embun cinta yang kuharapkan
membasahi hatiku tak juga turun. Kecantikan aura titisan Cleopatra itu? Bagaimana aku
mengusirnya. Aku merasa menjadi orang yang paling membenci diriku sendiri di dunia
ini.
Acara pengajian dan aqiqah putra ketiga Fatimah kakak sulung Raihana membawa
sejarah baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana, kami dielu-elukan
keluarga, disambut hangat, penuh cinta, dan penuh bangga. “Selamat datang pengantin
baru! Selamat datang pasangan yang paling ideal dalam keluarga!” sambut Yu Imah
disambut tepuk tangan bahagia mertua dan bundaku serta kerabat yang lain. Wajah
Raihana cerah. Matanya berbinar-binar bahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku menangis
disebut pasangan ideal.
Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusan terbaik di
kampusnya dan hafal al-Quran lantas disebut ideal? Ideal bagiku adalah seperti Ibnu
Hazm dan istrinya, saling memiliki rasa cinta yang sampai pada pengorbanan satu sama
lain. Rasa cinta yang tidak lagi memungkinkan adanya pengkhianatan. Rasa cinta yang
dari detik ke detik meneteskan rasa bahagia.
Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki Raihana.
Sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kaget oleh sikap
Raihana yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di mata keluarga. Pada ibuku dan
semuanya tidak pernah diceritakan, kecuali menyanjung kebaikanku sebagai seorang
suami yang dicintainya. Bahkan ia mengaku bangga dan bahagia menjadi istriku. Aku
sendiri dibuat pusing dengan sikapku.
Lebih pusing lagi sikap ibuku dan mertuaku yang menyindir tentang keturunan. “Sudah
satu tahun putra sulungku menikah, koq belum ada tanda-tandanya ya, padahal aku ingin
sekali menimang cucu,” kata ibuku. “Insya Allah tak lama lagi, ibu akan menimang cucu,
doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?” sahut Raihana sambil menyikut lenganku, aku
tergagap dan mengangguk sekenanya.
Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat dengan Raihana. Aku berpurapura
kembali mesra dengannya, sebagai suami betulan. Jujur, aku hanya pura-pura. Sebab
bukan atas dasar cinta, dan bukan kehendakku sendiri aku melakukannya, ini semua demi
ibuku. Allah Maha Kuasa. Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai seorang istri.
Raihana hamil. Ia semakin manis.
Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangis karena cinta tak kunjung tiba.
Tuhan kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera. Sejak itu aku semakin sedih
sehingga Raihana yang sedang hamil tidak kuperhatikan lagi. Setiap saat nuraniku
bertanya, “Mana tanggung jawabmu!” Aku hanya diam dan mendesah sedih. “Entahlah,
betapa sulit aku menemukan cinta,” gumamku.
Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasuki bulan ke enam.
Raihana minta ijin untuk tinggal bersama orang tuanya dengan alasan kesehatan.
Kukabulkan permintaanya dan kuantarkan dia ke rumahnya.
Karena rumah mertua jauh dari kampus tempat aku mengajar, mertuaku tak menaruh
curiga ketika aku harus tetap tinggal di kontrakan. Ketika aku pamitan, Raihana berpesan,
“Mas, untuk menambah biaya kelahiran anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku yang
ada di ATM. Aku taruh di bawah bantal, nomor pin-nya sama dengan tanggal pernikahan
kita.”
Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiap hari aku tidak bertemu
dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entah apa sebabnya bisa demikian. Hanya
saja aku sedikit repot, harus menyiapkan segalanya. Tapi toh bukan masalah bagiku,
karena aku sudah terbiasa saat kuliah di Mesir.
Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang
kehujanan. Sampai rumah hari sudah petang, aku merasa tubuhku benar-benar lemas.
Aku muntah-muntah, menggigil, kepala pusing dan perut mual. Saat itu terlintas di hati
andaikan ada Raihana, dia pasti telah menyiapkan air panas, bubur kacang hijau,
membantu mengobati masuk angin dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhku
istirahat dan menutupi tubuhku dengan selimut.
Malam itu aku benar-benar tersiksa dan menderita. Aku terbangun jam enam pagi. Badan
sudah segar. Tapi ada penyesalan dalam hati, aku belum sholat Isya dan terlambat sholat
subuh. Baru sedikit terasa, andaikan ada Raihana tentu aku ngak meninggalkan sholat
Isya, dan tidak terlambat sholat subuh.
Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku
mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah
bahasa Arab. Diantaranya tutornya adalah professor bahasa Arab dari Mesir. Aku jadi
banyak berbincang dengan beliau tentang Mesir.
Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi, seorang dosen bahasa Arab
dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan satu pengalaman hidup
yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani. ”Apakah kamu sudah menikah?” kata Pak
Qalyubi.
“Alhamdulillah, sudah,” jawabku.
“Dengan orang mana?”.
“Orang Jawa.”
“Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyak saudara yang
menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalehah. Paling tidak santriwati, lulusan
pesantren. Istrimu dari pesantren?”.
“Pernah, alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al Quran”.
“Kau sangat beruntung, tidak sepertiku.”
“Kenapa dengan Bapak?” “Aku melakukan langkah yang salah, seandainya aku tidak
menikah dengan orang Mesir itu, tentu batinku tidak merana seperti sekarang”.
“Bagaimana itu bisa terjadi?.”
“Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dan karena terpesona dengan
kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, saya seorang anak tunggal dari
seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Di sana saya
bersama kakak kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya
waktu, tahun pertama saya lulus dengan predikat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi
pelajar dari Indonesia.
Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal
menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak
pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis
secantik itu. Saya bersumpah tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dia. Ternyata
perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil.
Fadhil membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian
lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua.
Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan begini,
sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al-Azhar yang
hafal al-Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada dengan Yasmin yang
awam pengetahuan agamanya. Tetapi saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya
yang tinggi saya berhasil menikahi Yasmin.
Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir. Perabot rumah yang
mewah, menginap di hotel berbintang. Begitu selesai S-1 saya kembali ke Medan, saya
minta agar asset yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. Kami langsung membeli
rumah yang cukup mewah di kota Medan.
Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap tahunnya Yasmin mengajak ke
Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa memenuhi semua yang diinginkan
Yasmin. Hidup terus berjalan, biaya hidup semakin nambah, anak kami yang ketiga lahir,
tetapi pemasukan tidak bertambah. Saya minta Yasmin untuk berhemat. Tidak setiap
tahun tetapi tiga tahun sekali, Yasmin tidak bisa.
Aku mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi. Sawah
terakhir milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulai muncul penyesalan.
Setiap kali saya melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup dengan tenang dan damai
dengan istrinya. Bisa mengamalkan ilmu dan bisa berdakwah dengan baik. Dicintai
masyarakat. Saya tidak mendapatkan apa yang mereka dapatkan. Jika saya pengin
rending, saya harus ke warung. Yasmin tidak mau tahu dengan masakan Indonesia.
Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan namanya. Jika ada
sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaan saya dimulai setahun
yang lalu. Usaha saya bangkrut, saya minta Yasmin untuk menjual perhiasannya, tetapi
dia tidak mau. Dia malah membandingkan dirinya yang hidup serba kurang dengan
sepupunya. Sepupunya mendapat suami orang Mesir.
Saya menyesal meletakkan kecantikan diatas segalanya. Saya telah diperbudak dengan
kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit, ayah dan ibu mengalah. Mereka
menjual rumah dan tanah, yang akhirnya mereka tinggal di ruko yang kecil dan sempit.
Batin saya menangis. Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya yang
bangkrut. Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir.
Waktu di Mesir itulah puncak tragedi yang menyakitkan. “Aku menyesal menikah
dengan orang Indonesia, aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali
dengan lelaki Mesir.”
Kata Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa dia bercerita bahwa
tadi di KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudah jadi bisnisman,
dan istrinya sudah meninggal.
Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia
karena tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang
menyakitkan adalah tak satupun keluarganya yang membelaku. Rupanya selama ini
Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita bohong.
Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai
dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengan temannya. Hati saya
sangat sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang.”
Mendengar cerita Pak Qalyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya
menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang dimataku, tak terasa
sudah dua bulan aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap
dihati. Dia istri yang sangat shalehah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar
adalah pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah aku mendapatkan
istri seperti dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah
menyala di dindingnya. Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana
kandungannya? Sudah delapan bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat
pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan tabungannya.
Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke toko baju muslim, aku ingin
membelikannya untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi. Aku ingin memberikan
kejutan, agar dia tersenyum menyambut kedatanganku. Aku tidak langsung ke rumah
mertua, tetapi ke kontrakan untuk mengambil uang tabungan, yang disimpan di bawah
bantal. Di bawah kasur itu kutemukan kertas merah jambu. Hatiku berdesir, darahku
terkesiap. Surat cinta siapa ini, rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untuk
istriku. Jangan-jangan ini surat cinta istriku dengan lelaki lain. Gila! Jangan-jangan
istriku serong.
Dengan rasa takut kubaca surat itu satu persatu. Dan Rabbi, ternyata surat-surat itu adalah
ungkapan hati Raihana yang selama ini aku zhalimi. Ia menulis, betapa ia mati-matian
mencintaiku, meredam rindunya akan belaianku. Ia menguatkan diri untuk menahan
nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya Allah lah tempat ia meratap melabuhkan
dukanya. Dan ya Allah, ia tetap setia memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya.
Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku.
“Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh di hadapan-Mu. Lakal hamdu ya
Rabb. Telah Kau muliakan hamba dengan al-Quran. Kalaulah bukan karena karunia-Mu
yang agung ini, niscaya hamba sudah terperosok ke dalam jurang kenistaan. Ya Rabbi,
curahkan tambahan kesabaran dalam diri hamba,” tulis Raihana.
Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa, “Ya Allah inilah hamba-Mu yang kerdil penuh
noda dan dosa kembali datang mengetuk pintu-Mu, melabuhkan derita jiwa ini ke
hadirat-Mu. Ya Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Mu ini hamil penuh derita dan
kepayahan. Namun kenapa begitu tega suami hamba tak mempedulikanku dan
menelantarkanku. Masih kurang apa rasa cinta hamba padanya. Masih kurang apa
kesetiaanku padanya. Masih kurang apa baktiku padanya? Ya Allah, jika memang masih
ada yang kurang, ilhamkanlah pada hamba-Mu ini cara berakhlak yang lebih mulia lagi
pada suamiku.
Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya.